Pengakuan Bu Guru Honorer Pendukung Prabowo – Sandi yang Sudah Ditahan

Jumat, 31 Mei 2019 – 04:20 WIB
Guru honorer pendukung Prabowo - Sandi ditangkap kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, PALANGKA RAYA - Polda Kalteng terus memproses hukum Hardianor alias Nuy alias Annoy (23) dan Risnawati (34) dalam kasus dugaan hoaks dan ujaran kebencian. Keduanya mengunggah kalimat di medsos yang berkaitan dengan hasil pemilu dan kejadian rusuh pada 22 Mei lalu.

Risnawati merupakan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Perempuan yang berprofesi sebagai guru honorer di Kotawaringin Timur itu juga kerap membuat tulisan yang menyerang kebijakan pemerintah.

BACA JUGA: Perempuan Guru Honorer Pendukung Prabowo – Sandi Ditangkap

Hardianor mengunggah tulisan dengan menyebut polisi menggunakan peluru tajam untuk membunuh rakyat yang dipasang dengan gambar Presiden RI Joko Widodo.

Penggunaan peluru tajam sebelumnya sudah dibantah Polri. Selain itu, ada beberapa tulisan lainnya yang lebih vulgar dan mengandung ujaran kebencian.

BACA JUGA: Sebar Ajakan People Power, Mantan Guru Langsung Dibekuk

Penyidik mendalami dugaan adanya keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana yang mereka lakukan.

BACA JUGA: Perempuan Guru Honorer Pendukung Prabowo – Sandi Ditangkap

BACA JUGA: Belum Ada Tokoh Beken Mau Jamin Penangguhan Penahanan Mustofa Nahrawardaya

Kepada penyidik, kedua tersangka mengaku perbuatan yang menjerat mereka merupakan inisiatif sendiri, tidak ada yang memerintah.

”Kami masih dalami kasus kemarin. Kami juga terus pantau media sosial melalui Tim Cyber Krimsus Polda Kalteng. Sementara ini tersangka masih dua, lainnya masih didalami. Termasuk apakah ada aktor lain di belakang keduanya,” kata Direktur Reskrimsus Polda Kalteng Kombes Pol Adex Yudiswan, Selasa (28/5).

Adex menuturkan, keduanya sudah resmi ditahan. Penyidik menjerat mereka dengan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 45 jo Pasal 28 Ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008, Pasal 14 Ayat 2 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

”Ancaman hukumannya enam tahun dan atau denda satu miliar. Ada juga yang tiga tahun. Namun, yang pasti keduanya resmi ditahan dan proses hukum dilanjutkan. Sekali lagi ini bukan politik, tetapi penegakan hukum sesuai aturan,” ujar perwira menegah Polri ini.

Adex menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam dan akan terus bergerak memantau media sosial agar tidak ada lagi yang menyebarkan berita hoaks, ujaran kebencian, dan unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). ”Saya ingatkan, jangan sebar hoaks,” katanya.

Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, pihaknya kembali memanggil warga yang diduga menyebarkan berita hoaks, yakni Msn (37), warga Palangka Raya.

Pemilik akun Facebook dengan nama Nia Ahmad itu diduga mengunggah berita bohong atau hoaks tentang kasus pemukulan terhadap perusuh di dekat Masjid Al Huda Jakarta.

BACA JUGA: Banyak Honorer K2 Lolos Passing Grade Tetapi Tidak Lulus PPPK

Selain itu, Msn juga menulis Polri tidak memproses hukum anak di bawah umur keturunan Cina yang menghina dan mengancam Presiden Joko Widodo. Padahal, faktanya anak tersebut telah diproses hukum.

”Kepada warganet, agar bijak bermedia sosial. Saring sebelum sharing dan stop HPUS (hoaks, pornografi, ujaran kebencian, dan SARA, Red. Saat ini dibina dan diberikan edukasi agar bijak bermedia sosial, setelah itu nanti akan diserahkan ke Subdit Cyber Troop Ditreskrimsus Polda Kalteng,” ujarnya. (ang/daq/ign)

Simak Video Pilihan Redaksi :

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jubir BPN Prabowo - Sandi Sebut Mustofa Nahrawardaya Dijebak


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler