jpnn.com, KOTAWARINGIN TIMUR - Dua warga di Kalteng diringkus aparat kepolisian setempat dalam kasus dugaan penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian yakni Risnawati (34) dan Hardianor alias Nuy alias Annoy (23).
Unggahan hoaks dan ujaran kebencian yang ditulis keduanya berkaitan dengan hasil pemilu dan kejadian rusuh pada 22 Mei lalu.
BACA JUGA: Sebar Ajakan People Power, Mantan Guru Langsung Dibekuk
Risnawati merupakan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Perempuan yang berprofesi sebagai guru honorer di Kotim itu juga kerap membuat tulisan yang menyerang kebijakan pemerintah.
Tersangka lainnya, Hardianor mengunggah tulisan yang lebih ekstrem. Dia menulis polisi menggunakan peluru tajam untuk membunuh rakyat yang dipasang dengan gambar Presiden RI Joko Widodo.
BACA JUGA: Belum Ada Tokoh Beken Mau Jamin Penangguhan Penahanan Mustofa Nahrawardaya
Penggunaan peluru tajam sebelumnya sudah dibantah Polri. Selain itu, ada beberapa tulisan lainnya yang lebih vulgar dan mengandung ujaran kebencian.
BACA JUGA: Tahukah Anda Mengapa Aksi 21 – 22 Mei di Bawaslu, Bukan ke KPU?
BACA JUGA: Jubir BPN Prabowo - Sandi Sebut Mustofa Nahrawardaya Dijebak
Agung Adisetiyono, praktisi hukum di Kota Sampit, mengatakan para pelakunya tidak mungkin tidak mengetahui ada hukum yang mengatur para penggunanya bisa dipenjara akibat komentar tak pantas di media sosial. Fanatisme pada tokoh politik membuat mereka dengan mudahnya menyebarkan informasi berbau provokatif dan sesat.
”Dalam bentuk ketidaktahuan persentasenya kecil sekali. Jadi, selain fanatisme, juga dilatarbelakangi rasa kepuasan dengan pemerintah yang ada atau pemenang konstelasi pemilu presiden. Akibatnya disalurkan melalui media sosial,” kata dia.
Kasus ujaran kebencian di media sosial, lanjutnya, selalu berujung kepada penyesalan yang datangnya belakangan setelah diciduk aparat keamanan. Di saat kondisi seperti itulah pelaku menyadari kesalahannya.
Agung menambahkan, kasus ujaran kebencian marak seiring berkembang pesatnya teknologi media sosial. Bahkan, sebagian orang masih beranggapan apa yang dilakukannya bentuk kebebasan berpendapat namun. Nyatanya, ketika diuji di pengadilan, orang tersebut dinyatakan bersalah.
”Kalau memang itu bentuk kebebasan berpendapat dan menyampaikan pokok pikiran, maka saat di persidangan akan terbukti atau tidak. Karena perbuatan itu tidak lepas dari unsur pidana,” katanya.
BACA JUGA: Pernyataan Keras Ryamizard Ryacudu Tanggapi Isu Referendum Aceh
Agung menyarankan masyarakat hati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Di antaranya dengan tidak sembarangan mengunggah hal-hal berbau provokasi.
”Kebanyakan saya lihat juga hanya ikut-ikutan membagian status orang lain. Itu sama saja, karena secara undang-undang akan dikaitkan dengan ikut serta namanya,” ujarnya. (ang/daq/ign)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ungkit Kasus Mustofa Nahrawardaya dan Bupati Boyolali, IPW Minta Polri Tidak Tebang Pilih
Redaktur & Reporter : Soetomo