Ketika bintang reality show Amerika, Caitlyn Jenner, mengungkap masa transisinya untuk hidup sebagai seorang perempuan, kaum transgender Australia berbicara tentang pencarian jati diri mereka di tengah masyarakat yang belum sepenuhnya menerima.
Dalam waktu sembilan bulan ke depan, Taylor akan berjalan ke kantornya sebagai dirinya sendiri, untuk pertama kali.
BACA JUGA: Benda Misterius Itu Hampir Dipastikan Puing MH370
Tak seperti beberapa rekannya, ia tidak mengalami dualisme gender yang ekstrim dalam tubuhnya sendiri.
Taylor bahkan tak mendengar istilah "transgender" sampai ia hampir menginjak 30 tahun.
BACA JUGA: Harga Susu Segar Australia di Supermarket China Capai Rp 150 Ribu/Liter
Tapi setelah bertahun-tahun mengubur jati dirinya, kini, ia akan mampu menghadapi rekan-rekannya, berpakaian yang ia mau, benar-benar nyaman dan percaya diri.
Pada usia 47 tahun, ia telah menempuh perjalanan panjang hingga ke titik ini.
BACA JUGA: Kisah Seorang Ayah Penjual Putrinya yang Baru 13 Tahun, Digarap 8 Pria
"Saya sudah menyembunyikan banyak dalam diri saya untuk waktu yang lama. Hanya setelah saya mengalami momen 'ah ha', saat itulah semuanya terasa benar," akunya.
Lahir di sebuah komunitas pertanian kecil di pedesaan Victoria, Taylor secara alami mulai menyelinap ke kamar kakaknya dan menjelajahi pakaiannya.
"Saya suka penampilannya, jadi saya benar-benar mencoba sendiri dan menyumpal payudara saya - ini bukan perkara seksual, saya benar-benar merasa ada sesuatu," ungkapnya.
Ia menyambung, "Saya tahu saya akan dicecar dengan perilaku seperti itu sehingga ini dirahasiakan."
Hal itu dilakukan jauh sebelum era internet dan media sosial.
Taylor bahkan tak mendengar istilah "transgender" sampai ia hampir menginjak 30 tahun.
Sekitar 15 tahun kemudian, pencerahan datang setelah hubungan percintaannya kandas.
Sampai saat itu, tak ada teman-temannya, termasuk mantan istrinya, tahu tentang identitas gender Taylor.
Momen perubahan hidup Taylor
Pada malam tahun baru 2015, Taylor berjanji untuk selalu jujur pada dirinya sendiri.
Janji itu diikuti oleh malam menangis yang tak terkendali, suatu pelampiasan dari emosi yang terpendam selama beberapa dekade.
"Seolah-olah Anda kehilangan sesuatu yang Anda sayang sebagai seorang anak dan itu menghilang, dan Anda mencarinya berbulan-bulan dan Anda tak bisa menemukannya," ceritanya.
Ia melanjutkan, "Dan bertahun-tahun kemudian Anda menemukannya lagi. Saya menemukan diri saya."
Bagian yang hilang dari teka-teki ini membuatnya merasa, untuk pertama kalinya sejak ia masih kecil, layak untuk hidup di planet ini.
Pada saat yang sama, ia merasa seolah-olah sesuatu lainnya telah mati.
"Perilaku lama saya, ketakutan lama saya, mereka semua mati dan ada sedikit rasa kehilangan akan kelamin laki-laki," akunya.
Ia menceritakan, "Saya menghabiskan waktu untuk menjadi seorang pria selama ini, ketika saya justru tak bisa berada di jalan ini, tapi tanpa perjalanan itu saya tak akan menjadi diri saya saat ini."
Diskusi seputar transgender mendapat sorotan utama di media dalam beberapa pekan terakhir, setelah mantan juara Olimpiade, Bruce Jenner, tampil di sampul depan majalah Vanity Fair dengan identitas barunya, Caitlyn Jenner.
Wawancara Jenner dengan Diane Sawyer di jaringan ABC Amerika dilihat oleh lebih dari 17 juta pemirsa.
Menurut pengakuan selebritis berusia 65 tahun itu, pengakuannya kepada publik membebaskan dirinya.
Seperti Caitlyn, Taylor telah menghabiskan puluhan tahun untuk berusaha menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial.
Ini bukanlah sesuatu yang ia bersedia lakukan lagi.
"Anda akan berjalan dan Anda menemui orang-orang yang bersikap baik dan Anda juga menemui orang-orang yang bersikap tidak begitu baik," utaranya.
"Saya sangat yakin tentang siapa diri saya sekarang. Kalau ada yang punya masalah, mereka yang punya masalah, bukan saya," tegasnya.
Sebelum terbuka di lingkungan tempat kerjanya, Taylor telah membuat langkah-langkah kecil dalam periode transisinya.
Ia menumbuhkan rambut, merawat kulitnya, melakukan pelatihan suara dan mengatur terapi hormon.
Perusahannya, saat ini, sedang dalam proses untuk mengembangkan kebijakan kesetaraan gender dan mempersiapkan pelatihan bagi para manajernya tepat di saat Taylor membuka jati dirinya.
Beruntung bagi Taylor, ia tidak sendirian dalam proses ini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pajak Backpacker di Australia Kini Sepertiga Penghasilan