JAKARTA - Pengalihan kepemilikan hak partisipasi Blok West Madura menjelang berakhirnya kontrak ladang oleh Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dinilai cacat hukumPasalnya, Kementerian ESDM menyetujui perubahan kepemilikan hak partisipasi yang hanya kurang dari dua bulan sebelum berakhirnya kontrak blok itu pada 7 Mei 2011
BACA JUGA: SPT Tinggi, Setoran Pajak Belum Tentu
"Keputusan Menteri ESDM yang menyetujui perubahan kepemilikan hak partisipasi Blok West Madura sangat janggal dan tidak diperkenankan dalam kontrak," kata Anggota Komisi VII DPR dari PPP M Romahurmuziy di Jakarta, Kamis (21/4)
Semestinya, kata pria yang akrab disapa Romy ini, hak partisipasi itu pertama diberikan kepada PT Pertamina selaku pemilik West Madura
BACA JUGA: Dana Triliunan Dibagi ke Daerah Lewat Lobi
Kesempatan tersebut, sama halnya diberikan kepada pemegang saham mayoritas di suatu perusahaan jika ada pemilik saham lain yang berniat menjualnyaBACA JUGA: Tidak Semua Industri Terima Tax Holiday
Untuk itu, dia mendesak pemerintah membatalkan persetujuan pengalihan saham tersebutApalagi, menurut Romy, pembeli hak partisipasi yakni PT Sinergindo Citra Harapan dan Pure Link Investment Ltd belum diketahui kemampuannya"Proses pengalihan ini merupakan sabotase terhadap kepentingan nasional," jelasnya
Vice President of Upstream Strategic Planning and Subsidiary Management Pertamina Salis Aprilian menuturkan, Pertamina telah menyampaikan minatnya menguasai 100 persen hak partisipasi West Madura sejak dua tahun lalu"Kami ingin mengelolanya karena memang mempunyai prospek bagus ke depan," papar dia
Apalagi sela ini mempunyai kemampuan mengelola blok lepas pantai seperti Offshore North West Java (ONWJ)Ia berharap, pemerintah memberikan kesempatan kepada Pertamina mengelola blok tersebut agar memberikan manfaat maksimal bagi negara"Kalau kami yang mengelola, negara akan mendapat keuntungan maksimal," ucapnya
Pihaknya juga meminta agar ke depan dibuat aturan yang secara otomatis memberikan kesempatan kepada Pertamina memiliki blok yang habis masa kontraknya
Hal yang sama juga disuarakan pekerja Pertamina dalam wadah Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang menuntut Presiden SBY untuk menyerahkan sepenuhnya hal pengelolaan blok Offshore West Madura kepada Pertamina
"Kebijakan dan komitmen strategis Pemerintah untuk menjadikan Pertamina sebagai pemegang kedaulatan dan kemandirian (to play a key role) migas Indonesia sudah seharusnya ditunjukkan dengan mengamanatkan Pertamina," kata Ketua FSPBB, Ugan Gandar Faisal Yusra
Sebagai informasi, kontrak kerja sama Blok West Madura ditandatangani Pertamina dan Kodeco pada 7 Mei 1981Pada 7 Mei 2011 atau setelah 30 tahun, sesuai aturannya, kontrak kerja sama tersebut akan berakhirNamun, menjelang berakhirnya kontrak tersebut, pemerintah menyetujui perubahan kepemilikan hak partisipasi West Madura melalui Surat Dirjen Migas yang mewakili Menteri ESDM, dengan Nomer 6989/13/DJM.E/2010 tertanggal 17 Maret 2011
Sesuai surat tersebut, hak partisipasi West Madura yang dimiliki Kodeco dialihkan sebanyak 12,5 persen ke PT Sinergindo Citra Harapan dan CNOOC Madura Ltd ke Pure Link Investment Ltd juga 12,5 persenDengan demikian, hak partisipasi West Madura yang sebelumnya dimiliki Pertamina 50 persen, Kodeco 25 persen, dan CNOOC 25 persen menjadi Pertamina 50 persen, Kodeco 12,5 persen, CNOOC 12,5 persen, Sinergindo 12,5 persen, dan Pure Link 12,5 persenAnehnya, meski hanya memiliki 12,5 persen, Kodeco tetap menjadi operator di blok tersebut sampai ada keputusan pengelolaan selanjutnya(lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Target Lifting Meleset, Harga Premium Dipertahankan
Redaktur : Tim Redaksi