jpnn.com - JAKARTA - Masyarakat diminta bijaksana menggunakan media sosial pascapemberlakuan revisi Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Praktisi keamanan cyber Pratama Persadha mengatakan UU ITE tidak menjadi ancaman kalau masyarakat memperlakukan dunia maya seperti dunia nyata.
BACA JUGA: Demonstrasi Muncul Akibat Aspirasi Tersumbat
Menurut dia, kesalahan selama ini masih banyak yang beranggapan mereka bisa menjadi siapa saja dan dapat berbuat apa saja di dunia maya atau media sosial.
"Jadi, norma-norma yang ada di dunia nyata kita lakukan juga di dunia maya,” kata Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), itu Selasa (29/11).
Dia mengatakan memang ada beberapa poin di UU ITE baru yang perlu dicermati. Ada poin revisi yang memang untuk tujuan baik.
BACA JUGA: Lokasi Demo 2 Desember Berubah, GNPF-MUI: Itu Murni Kesepakatan Bersama
Tetapi, kata dia, ada juga yang membahayakan kebebasan untuk berekspresi.
"Misalnya ada seseorang yang menyebarkan informasi pencemaran nama baik kepada banyak orang, dan tidak diketahui siapa pembuat yang sebenarnya, siapa pun yang ikut menyebarkan pesan itu bisa terkena pidana,” terang pria asal Cepu ini.
BACA JUGA: Ahli Pidana: Kalau Sudah Cukup Bukti, Segera P21
Pratama mengimbau agar masyarakat harus hati-hati. Sebab, pasal pencemaran nama baik ini sering digunakan oleh pihak yang punya jabatan atau kekuasaan untuk menjerat orang-orang yang dianggap mencemarkan nama baik.
Selanjutnya mengenai poin intersepsi atau penyadapan, kata Pratama, juga m masih kurang jelas. Jadi siapa saja yang punya alat sadap boleh melakukan penyadapan.
"Dan kita tidak tahu sedang disadap atau tidak," katanya.
Dia mencontohkan, ada aparat penegak hukum yang mendapat izin untuk menyadap lima orang.
"Tetapi, kenyataannya ada 10 orang lebih yang disadap. Tidak ada yang tahu kan?” tanya dia.
Pratama berharap semoga UU terkait intersepsi atau penyadapan ini benar-benar bisa pro terhadap privasi rakyat. Jadi tidak sembarangan orang bisa disadap.
Terkait poin pemblokiran situs, Pratama menilai pemerintah tidak bisa secara sembarangan dan tiba-tiba memblokir suatu situs.
Tidak bisa begitu saja melakukan pemblokiran situs karena dianggap membahayakan atau melanggar hukum oleh segelintir pihak. Seharusnya itu butuh proses.
"Pasal ini juga perlu dikawal,” tegasnya.
Pratama menambahkan, UU ini nantinya akan digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kalau ternyata lebih banyak kontra daripada pro, ini akan menimbulkan pertanyaan.
Seharusnya peraturan itu digunakan untuk melindungi, bukan menjerat atau menyakiti masyarakat. Bukan juga untuk membelenggu kebebasan berekspresi masyarakat.
“Tapi dengan adanya revisi UU ITE ini, orang tidak lagi berbicara sembarangan dan hal negatif lainnya di dunia cyber,” tutupnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahli Pidana Ini Sarankan Buni Yani Ajukan Gugatan Praperadilan
Redaktur : Tim Redaksi