Pengamat Ekonomi Ini Minta Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO segera Dibatalkan, Begini Alasannya

Jumat, 13 Mei 2022 – 21:15 WIB
Pengamat minta pemerintah segera membatalkan kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO. Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan crude palm oil (CPO) tidak efektif dan tak berjalan dengan semestinya. 

Oleh karena itu, pengamat ekonomi ini meminta pemerintah segera membatalkan kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng tersebut. 

BACA JUGA: Konon Larangan Ekspor CPO Bakal Lama, Tolong Perhatikan Petani Sawit!

"Kebijakan itu harus segera dibatalkan, selain pengawasan sulit juga tidak efektif untuk menurunkan harga minyak goreng," ujar Bhima kepada JPNN, Jumat (13/5).

Menurut Bhima, terdapat dua kendala harga minyak goreng terutama curah tidak turun meski terjadi oversupply CPO.

BACA JUGA: Jokowi Larang Ekspor CPO, Kapolri Jenderal Listyo: Kami Memonitor Sesuai Perintah Bapak Presiden 

Pertama, permintaan minyak curah masih tinggi karena masih dalam momen lebaran, yang mana konsumsi minyak goreng lebih tinggi 40-50 persen dibanding waktu normal. Kemudian, konsumsi masyarakat juga terdorong pelonggaran mobilitas untuk makan di luar rumah.

"Warung makan dan industri kecil yang produksi makanan juga kebutuhan minyak goreng curahnya naik," ungkap Bhima.

BACA JUGA: Pengusaha Sawit di Kalbar Minta Pemerintah Buka Kran Ekspor CPO

Kedua, ada risiko pengusaha yang kehilangan pendapatan imbas pelarangan ekspor CPO akan mengompensasikan kerugian ke marjin harga minyak goreng. Andai dipaksa pemerintah untuk menurunkan harga di ritel, maka dikhawatirkan hanya temporer.

Menurut Bhima, masalah utama kebijakan tersebut ada di pengawasan distribusi, yang mana minyak curah lebih kompleks dibanding minyak kemasan.

Selanjutnya, alur distribusinya relatif panjang dari produsen sampai ke pasar tradisional.

Akibatnya, timbul risiko repacking curah ke kemasan premium, apalagi disparitas harganya jauh sekali antara Rp 14 ribu per liter vs Rp 24 ribu per liter.

"Kalau pedagang mau bermain curang akan dapat profit Rp 10 ribu per liter. Ini mafia-mafia juga yang manfaatkan situasi," ucap Bhima.

Untuk itu, Bhima mendorong Bulog untuk mendistribusikan minyak goreng sehingga pengawasan lebih mudah.

"Selama ini, kan, bulog hanya pegang beras, jagung dan kedelai, yang menjadi amanat utama," tutup Bhima. (mcr28/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Wenti Ayu Apsari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler