jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Hukum Masriadi Pasaribu meminta Mahkamah Agung objektif sesuai fakta-fakta hukum dalam mengadili setiap perkara baik pidana maupun perdata.
Termasuk gugatan perdata terkait harga lelang barang jaminan kredit antara PT Jasa Mulya Indonesia (JMI) dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang saat ini ditangani.
BACA JUGA: Percepat Pembentukan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
"Hakim MA harus jernih melihat persoalan yang jadi objek perkara, adili sesuai fakta-fakta dan bukti yang ada dalam persidangan," terang Masri yang juga praktisi hukum kepada media, Jumat (27/10).
Kata Masri, masyarakat berharap hakim MA tegak lurus pada asas keadilan untuk masyarakat. Jangan sampai MA hanya menjadi pengadil untuk kepentingan tertentu, termasuk bisnis.
BACA JUGA: Dugaan Korupsi di LPEI Bisa Jadi Pintu Masuk Kejagung Usut Masalah yang Dikeluhkan Pengusaha Lokal
"Kedepankan objektivitas dalam mengadili suatu perkara, itu saja kuncinya," terang Masri.
Diketahui, kasus perdata antara PT JMI dengan LPEI saat ini di tahap kasasi. Setelah Pengadilan Tinggi Jawa Tengah membatalkan putusan sidang PN Kota Semarang, LPEI kini mengajukan kasasi ke MA.
BACA JUGA: LPEI Berkomitmen jadi Agen Transformasi dalam Ekosistem Ekspor Nasional
Dalam perkara pihak penggugat Direktur PT Jasa Mulya Indonesia Suyono, yang memberikan kuasa kepada Tarwohari dan Djaenal.
Tergugat 1 Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank).
Tergugat 2 Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Tergugat 3 Gilang Arif Dharmawan, pekerjaan karyawan Lembaga Pembiayaan Expor Indonesia (relationship manager Indonesia Eximbank)
Tergugat 4 Michael, pekerjaan swasta
Tergugat 5 Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang
Tergugat 6 PT. Balai Lelang Casa turut Tergugat
Dalam putusan PT, lewat pertimbangannya disebutkan pelaksanaan lelang barang-barang jaminan yang telah diikat oleh LPEI (Indonesia Eximbank) melalui KPKNL Semarang telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan lelang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016.
Namun, melihat fakta yang terjadi sesuai risalah lelang Nomor 1642/2020 tanggal 17 Desember 2020 terdapat indikator nilai limit dan nilai lelang yang tidak wajar / tidak patut.
Seperti diketahui saat dilakukan akad kredit sejumlah Rp 276.000.000.000 dengan nilai jaminan yang diikat dengan Hak Tanggungan sebanyak 10 bidang hak atas tanah seluruhnya nilai limit Rp 338.172.708.792. Sehingga sebanding antara pinjaman dan jaminan.
Namun, setelah penjualan lelang pertama sebagaimana risalah lelang Nomor 1498/37/2020 tanggal 3 Desember 2020, nilai limit barang jaminan adalah sebesar Rp 129.372.800.000, sedangkan menurut taksiran pihak Pembanding semula Penggugat pada 2019 sebesar Rp 248.813.800.000, sehingga nilai limit lelang II tanggal 3 Desember 2020 adalah tidak wajar.
Pada lelang I tanggal 3 Desember 2020 ternyata tidak ada pembeli / peserta lelang, sehingga oleh pihak Terbanding II semula Tergugat II dilakukan lelang kedua pada tanggal 17 Desember 2020 dengan nilai limit Rp 85.893.500.000, ternyata ada pembeli / peserta lelang yakni Terbanding III semula Tergugat III dan Terbanding IV semula Tergugat IV dengan harga pembelian lelang keseluruhannya sebesar Rp 76.319.600.000.
Dengan demikian terdapat perbedaan yang sangat jauh dengan nilai limit pada saat akad kredit dengan lelang kedua, sehingga tak wajar karena terjadi selisih nilai limit pada 2019 sebesar Rp 248.813.800.000,00 dengan nilai lelang 2020 sebesar Rp 76.319.600.000. Sehingga Pembanding semula Penggugat sangat dirugikan sebesar Rp 172.520.100.000.
Berdasarkan risalah lelang yang kedua Nomor 1642/2020 tanggal 17 Desember 2020 penjualan lelang Tergugat II dan selaku penjual adalah Terbanding I semula Tergugat I menggunakan data penilai / penaksir yang lama yaitu Romulo, Charlie & Rekan, sehingga menimbulkan pertanyaan, mengapa lelang kedua masih menggunakan penilai publik yang lama?
Maka dengan dilakukannya lelang oleh Terbanding II sebaiknya dilakukan dasar penilai / penaksir / appraisal baru sebagai bahan / data bandingan. Hal tersebut akan berguna bagi calon peserta lelang.
Namun, hal tersebut tidak dilakukan oleh Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II, sehingga harga limit lelang terhadap barang jaminan yang telah diikat Hak Tanggungan tersebut makin tidak wajar.
"Sudah menjadi hal yang wajar dan tidak perlu pembuktian bahwa nilai hak atas tanah dan bangunan dari tahun ke tahun menunjukkan trend progresif (meningkat)," petikan putusan.
Akan tetapi justru sebaliknya dalam perkara nilai lelang barang jaminan yang telah diikat dengan Hak Tanggungan milik Pembanding semula Penggugat sangat rendah dibandingkan taksiran penilaian 2019 yakni nilai Rp 248.813.800.000 menjadi Rp 76.319.600.000, sehingga Pembanding semula Penggugat menderita rugi Rp 172.520.100.000.
Dengan demikian Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa Terbanding I dan II semula Tergugat I dan II sudah melakukan kesalahan dengan sengaja menetapkan harga penjualan lelang yang rendah dan tidak wajar.
"Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang, Nomor
31/Pdt.G/2021/PN Smg., tanggal 25 Agustus 2021, yang dimohonkan banding," bunyi putusan.
"Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan menyatakan Terbanding I semula Tergugat I dan Terbanding II semula
Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum," bunyi putusan.(ray/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean