jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Unmul Samarinda Orin Agusta Andini menilai Jaksa Agung ST Burhanuddin seharusnya punya pertimbangan matang dalam melakukan mutasi jabatan jaksa.
Hal itu merespons promosi jabatan sejumlah kepala kejaksaan tinggi (Kajati), salah satunya Kajati Sumsel Sarjono Turin yang diangkat menjadi sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen (Sesjamintel) Kejagung.
BACA JUGA: Promosi Jabatan Jaksa Tak Tertib Lapor LHKPN Disorot Komisi III
Orin mengatakan promosi jabatan harus menempatkan orang yang benar dan tepat di tempat yang sesuai. Namun, dia tidak mengetahui pertimbangan apa yang membuat Sarjono Turin dipromosikan, karena itu kewenangan internal kejaksaan secara kelembagaan.
Sebelumnya, Sarjono sempat menjadi sorotan netizen lantaran tidak tertib dalam membuat laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), serta terkait penanganan sejumlah kasus kontroversial di Sumsel.
BACA JUGA: LHKPN Sarjono Turin Jadi Sorotan, Kejati Sumsel Merespons Begini
"Hanya saja dengan catatan beberapa kasus kontroversial yang mendapat protes publik, seharusnya menjadi pertimbangan untuk mengambil keputusan penempatan orang-orang di posisi strategis," ucap Orin Agusta dikonfirmasi wartawan, Jumat (13/10).
Orin menyebut dalam konteks etika dan tanggung jawab profesi hukum, tujuan dari mutasi idealnya untuk mencegah terbentuknya jejaring yang berpotensi disalahgunakan. Sebab, kerja-kerja jaksa atau hakim membutuhkan independensi tinggi.
BACA JUGA: Detik-Detik Penangkapan Wanita Bawa Narkoba di Lapas Semarang, Modusnya Tak Disangka
Mutasi menurutnya juga bisa menjadi instrumen evaluasi bagi pihak-pihak yang sebelumnya disorot atau melakukan hal yang negatif. Idealnya, kata Orin, Kejagung perlu mempertimbangkan mutasi berupa promosi berdasarkan aspek kinerja dan track record.
"Untuk menempatkan orang-orang yang berkualifikasi di tempat yang tepat dan sebaliknya, apalagi untuk instansi APH. Track record itu poin penting yang seharusnya dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan," terang dia.
Mengenai peran Jamwas dalam memantau kinerja jaksa yang disorot publik, Orin menilai pola pengawasan secara internal memang tak terlalu optimal. Belum lagi jika jaksa yang disorot merupakan atasan.
"Pola pengawasan internal memang berpotensi jeruk makan jeruk," ucap Orin.
Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelumnya memutasi sejumlah jabatan di Kejagung sesuai keputusan Jaksa Agung RI No 272 Tahun 2023. Dari tujuh kajati yang dimutasi, di antaranya ialah Kajati Sumsel Sarjono Turin.
Sarjono dipromosikan menempati posisi sejamintel Kejagung, sedangkan Kejati Sumsel dijabat oleh Yulianto yang sebelumnya menjabat kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.
Sebelumnya, Sarjono Turin pernah disorot lantaran tidak tertib melaporkan LHKPN. Saat itu, pelaporannya terakhir kali pada 2020, ketika menjabat Kajati Sultra.
Setelah viral, Sarjono yang menjabat Kajati Sumsel meng-update LHKPN pada 2022 dan mencatatkan penambahan harta sebesar Rp 450 juta.
Untuk periode 2022, Sarjono mencatatkan total kekayaan Rp 2.107.555.082, sedangkan pada laporan 2019 dan 2020, kekayaan yang dilaporkan tidak berubah, yakni Rp 1.657.555.082.
Saat pencarian di laman e-LHKPN untuk pelaporan tahun 2021, LHKPN Sarjono Turin tidak muncul.
Selain soal LHKPN, Sarjono juga pernah disorot terkait perkara TikTokers Lina Mukherje dan dugaan kriminalisasi pada kasus korupsi akuisisi saham.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejati Sumsel Bantah Lakukan Kriminalisasi di Penanganan Kasus Korupsi Akuisisi Saham
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam