Pengamat Maritim Beri Peringatan soal Eksploitasi Pasir Laut di Indonesia

Kamis, 28 Maret 2024 – 11:30 WIB
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP) Sakti Wahyu Trenggono, dalam konferensi pers nasional dan internasional menegaskan bahwa pemanfaatan pasir hasil sedimentasi di laut belum terbuka untuk kegiatan ekspor.

Menurutnya, hasil sedimentasi pasir laut ini akan diutamakan untuk kebutuhan reklamasi di dalam negeri.

BACA JUGA: Anies Pastikan Ekspor Pasir Laut Kebijakan Jokowi Dihentikan Jika Terpilih Jadi Presiden

Pernyataan itu menuai tanggapan pengamat maritim, DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dari IKAL Strategic Centre (IKAL SC).

Marcellus menyatakan pengerukan pasir laut bisa berpotensi merusak ekosistem pesisir jika tidak dilakukan dengan hati-hati.

BACA JUGA: PP Hima Persis Mengkritisi Ekspor Pasir Laut, Begini Catatannya

Namun, dia juga menekankan bahwa pengerukan sedimen laut pada dasarnya adalah hal yang lumrah dan diperlukan, terutama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.

"Pengerukan sedimentasi di pelabuhan dan muara-muara sungai, di mana produk yang dihasilkan adalah pasir laut merupakan bagian dari aktivitas pengelolaan sumber daya alam yang lumrah. Namun, penting untuk memperhatikan dampaknya terhadap ekosistem laut dan lingkungan sekitar," ujar pria yang akrab disapa Capt. Hakeng tersebut.

BACA JUGA: Soal Ekspor Pasir Laut Dibuka, Syarief Hasan: Ini Sangat Berbahaya

Dia menambahkan bahwa langkah-langkah ekspor pasir laut, terutama ke negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia, seharusnya tidak diizinkan untuk menghindari potensi timbulnya sengketa baru di kemudian hari.

Capt. Hakeng juga menyoroti perlunya perlindungan terhadap kawasan konservasi perairan dan ekosistem pesisir.

"Penting untuk mempertimbangkan dampak perizinan pengerukan pasir laut terhadap lingkungan dan menguatkan upaya-upaya untuk melindungi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia demi keberlanjutan lingkungan hidup dan sumber daya laut negara," ujarnya.

Selain itu, Capt. Hakeng menjelaskan pengerukan pasir hanya logis dan bisa dilakukan di area-area tertentu seperti muara sungai, dan dalam rangka penanganan kedangkalan di pelabuhan.

Ini merupakan praktik yang penting dan memiliki sejumlah manfaat yang signifikan.

"Pengerukan pasir untuk menjaga kedalaman pelabuhan adalah praktek yang wajar serta mendukung kelancaran perdagangan dan distribusi barang. Begitu juga di Sungai dan muaranya yang mana salah satunya juga dapat mengurangi dampai banjir selain untuk kepentingan perdagangan melalui kapal-kapal," tuturnya.

Namun, dia menegaskan bahwa ekspor pasir laut, terutama untuk keperluan reklamasi di negara lain, seharusnya tidak dilakukan mengingat masih ada kekurangan pasir untuk kebutuhan dalam negeri.

"Tidak seharusnya kita membuka keran ekspor pasir laut, apalagi ke negara tetangga, karena untuk keperluan dalam negeri pun masih kekurangan," tegas Capt. Hakeng.

Dengan demikian, sementara penggunaan pasir laut untuk kegiatan reklamasi dalam negeri tetap menjadi prioritas, pengelolaan pasir laut harus dilakukan dengan hati-hati dan kebijakan ekspor pasir laut sebaiknya jangan diberlakukan untuk menghindari konflik di kemudian hari. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler