jpnn.com, JAKARTA - Sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memutuskan kebijakan terkait lingkungan hidup mulai dipertanyakan.
Kepala Negara yang dikenal keras menangani isu sumber daya alam (SDA) mulai kendur di penghujung masa jabatannya.
BACA JUGA: Sekjen Gerindra Usul Ekspor Pasir Laut Ditunda, Arief Poyuono: Tidak Elok
Salah satu paling disorot ialah sikap Jokowi yang mulai memberikan sejumlah izin dalam penambangan pasir. Padahal, Jokowi sebelumnya tegas melarang penambangan pasir.
“Kebijakan ini memunculkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pengamat politik, mengapa izin ini dikeluarkan sekarang? Apakah ini murni kebijakan ekonomi atau justru ada agenda politik di baliknya?" kata pengamat politik Pieter C Zulkifli dalam keterangannya, Jakarta, Jumat, 27 September 2024.
BACA JUGA: Menurut Jokowi yang Diekspor Bukan Pasir Laut, tetapi Sedimen Pengganggu Jalur Kapal
Dalam catatan kritisnya, Pieter Zulkifli mempertanyakan sikap Jokowi yang memberikan izin terhadap penambangan pasir di akhir masa kekuasaannya.
Dia bahkan menilai wajar jika banyak pihak menaruh curiga dengan keputusan Jokowi untuk membuka keran ekspor pasir laut tersebut.
BACA JUGA: Pemerintah Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Ancaman Kepunahan Mengintai
Mengingat masih banyak persoalan negara yang lebih krusial untuk segera dibereskan. Dia mencontohkan beberapa kasus yang seharusnya menjadi prioritas diselesaikan Jokowi, seperti perbaikan penegakan hukum, restorasi pembaga pendidikan nasional, pelayanan kesehatan yang belum berpihak pada keselamatan rakyat, hingga penerbitan PP tentang Omnibus Law Kesehatan, penindakan tegas terhadap tambang-tambang ilegal.
"Bukankah itu yang sangat dibutuhkan masyarakat? Keselamatan rakyat seharusnya menjadi prioritas utama negara," katanya.
Pieter Zulkifli memandang selama kepemimpinannya, Jokowi dikenal gigih melindungi SDA Indonesia. Apalagi, penambangan pasir laut dianggap dapat merusak ekosistem, menyebabkan abrasi, dan mengancam kehidupan masyarakat pesisir.
Pemerintahan Jokowi bahkan tak segan-segan menindak tegas para penambang ilegal. Namun, kata dia, sesaat segera lengser Jokowi justru melonggarkan kebijakan tersebut sehingga menciptakan spekulasi tentang motif di balik keputusan tersebut.
"Keputusan Jokowi terkait tambang pasir dinilai kontradiktif dengan sikapnya selama ini. Benarkah keputusan ini murni terkait kepentingan ekonomi jangka pendek, atau ada permainan politik di baliknya?" ucap Pieter Zulkifli.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Pieter Zulkifli menilai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut sebagai langkah pemerintah untuk melegalkan kembali penambangan pasir laut. Frasa pengelolaan sedimentasi laut sebenarnya adalah merupakan penambangan pasir laut.
Pengambilan pasir dengan kapal hisap dipastikan akan merusak ekosistem perairan, merusak wilayah fishing ground, dan menghancurkan habitat ikan. Tak hanya itu, dia menilai secara substansi membuka kembali keran izin ekspor pasir laut merupakan akal-akalan pemerintah untuk melegalkan kembali penambangan pasir laut serta ekspor pasir laut untuk material sedimentasi sebagaimana tema pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
Dia menyebut peraturan ini adalah strategi elite untuk memberikan izin kepada sejumlah pihak yang dianggap berkontribusi, sebagai imbalannya mereka bisa mengeruk pasir laut dan mengendalikan hasil sedimentasi laut.
Pieter Zulkifli menduga izin ekspor pasir laut ini akan menguntungkan negara-negara seperti Singapura dan Tiongkok, yang saat ini membutuhkan material untuk memperluas wilayahnya. Singapura diketahui hingga 2030 masih akan memperluas daratannya dengan menimbun laut.
Sedangkan Tiongkok saat ini sedang membangun pulau-pulau kecil di kawasan laut Tiongkok Selatan, yang tentunya membutuhkan banyak pasir.
"Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang luas, membahayakan warga pesisir, dan meningkatkan risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar," kata dia.
Atas beberapa catatan itu, Pieter Zulkfili menduga izin ekspor pasir laut lebih dari sekadar keputusan politik, melainkan ada agenda politik tersembunyi di baliknya. Salah satu spekulasi yang muncul adalah bahwa izin tambang pasir ini bisa menjadi 'bom waktu' bagi pemerintahan berikutnya, khususnya Prabowo Subianto yang segera menggantikan Jokowi sebagai Presiden.
Ada juga pandangan bahwa keputusan ini sengaja diambil untuk meninggalkan masalah bagi pemerintahan Prabowo. Keputusan itu bahkan seolah-olah menjadi jebakan yang dirancang untuk menggoyang stabilitas pemerintahannya.
"Jika Prabowo menghentikan penambangan karena alasan lingkungan, dia berisiko dicap sebagai anti investasi. Namun jika dia melanjutkannya, dia bisa dianggap tidak peduli terhadap kelestarian alam, menciptakan dilema politik yang sulit dipecahkan," kata Pieter Zulkifli.
Pieter Zulkifli mengingatkan kebijakan tambang pasir ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga dinamika politik. Terlebih, izin yang dikeluarkan di akhir masa jabatan bisa mengundang berbagai konsekuensi.
Dia mengatakan Prabowo sebagai Presiden terpilih harus menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan tambang tersebut. Pieter Zulkifli mengamini penambangan pasir kerap kali melibatkan kepentingan ekonomi besar, yang sering bersinggungan dengan kekuasaan politik dan elit bisnis.
"Ada anggapan bahwa kebijakan ini bisa menjadi jebakan politik bagi Prabowo. Jika pemerintahannya nanti terpaksa menghentikan penambangan pasir karena dampak lingkungan yang parah maka Prabowo akan terlihat tidak pro investasi. Namun, jika dia membiarkannya, dia akan dianggap tidak peduli pada kelestarian alam. Ini adalah dilema yang tidak mudah dipecahkan dan bisa mempengaruhi citra politik Prabowo di masa depan," kata dia.
Di sisi lain, Pieter Zulkifli menyinggung soal respons Partai Gerindra tak lama kebijakan izin ekspor pasir laut diumumkan ke publik. Menurutnya, pernyataan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani yang meminta pemerintah menunda kebijakan itu tidak lepas dari banyaknya masukan aktivis lingkungan yang menolak keputusan Jokowi membuka izin ekspor pasir laut.
"Dia menegaskan bahwa Gerindra tidak ingin kebijakan ini merugikan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di pesisir dan bergantung pada ekosistem laut," kata dia.
Dia juga berpendapat Muzani memberi sinyal bahwa Prabowo siap mengevaluasi kebijakan ini begitu resmi dilantik sebagai Presiden. Hal ini menandakan bahwa Prabowo dan Gerindra sadar akan potensi risiko dari kebijakan tambang pasir ini terhadap reputasi pemerintahan baru.
"Dalam beberapa hari ke depan, Prabowo akan mengambil alih tongkat estafet dari Jokowi. Publik kini menantikan keputusan yang akan diambil oleh pemerintahan baru terkait izin tambang pasir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah diminta Gerindra untuk tidak memproses izin ekspor bagi 66 perusahaan yang telah mendaftar," kata dia.
Pieter Zulkifli menyatakan keputusan kontroversial Jokowi di ujung kepemimpinannya yang membuka ekspor pasir laut merupakan tantangan besar bagi pemerintahan yang akan datang.
Jika tidak dikelola dengan baik, kata dia, kebijakan ini bisa menjadi masalah serius yang mengganggu stabilitas pemerintahan Prabowo dan amunisi bagi lawan politiknya di kemudian hari.
"Apakah ini sebuah jebakan politik atau hanya kebijakan pragmatis, hanya waktu yang akan menjawab," tegas Piter Zulkifli.(fri/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari