jpnn.com - JPNN.com--Pengelolaan pendidikan dari tingkat pusat ke daerah dinilai ngawur. Akibatnya, antara program pusat dan daerah tidak matching, serta menimbulkan konflik.
"Kalau saya katakan, management pendidikan di Indonesia konsepnya tidak menyeluruh. Itu sebabnya terjadi kisruh pengalihan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi. Banyak kabupaten/kota menolak," kata Indra Charismiadji, pengamat pendidikan, yang dihubungi JPNN.com, Kamis (5/1).
BACA JUGA: Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi Bagus tapi...
Dikatakan, jika pemerintah pusat punya konsep pendidikan yang jelas, masing-masing kabupaten/kota dan provinsi tidak akan membuat program pendidikan sendiri-sendiri. Akhirnya ada yang kelebihan dan lainnya malah tidak tersentuh.
Daerah surplus bisa menggratiskan SPP. Sedangkan daerah minus malah tetap menarik biaya sekolah.
BACA JUGA: Anggota DPR tak Kaget Siswa SMA/SMK Harus Bayar SPP
"Saya sudah bertemu Mendikbud dan saya menyarankan agar Kemendikbud membuat blueprint. Dengan blueprint, Kemendikbud ibaratnya jadi arsiteknya, daerah jadi kontraktornya. Jadi nggak ngawur dalam mengelola pendidikan," tuturnya.
Dengan blueprint, tidak ada lagi daerah yang membuat program pendidikan sendiri-sendiri. Pemda hanya menjalankan program pendidikan yang ditetapkan Kemendikbud.
BACA JUGA: Siswa SMA/SMK Bayar SPP, Bisa Picu Gejolak
"Ini tinggal niat dari pembuat kebijakan mau dibuat didesain pendidikan seperti apa. Kalau tidak berubah, ya sudah begini nasib pendidikan. Akhrnya yang dibahas cuma belanja-belanja pendidikan. Saya berharap, kita punya blueprint pendidikan agar arah dan tujuannya jelas," pungkasnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Risma: Kalau Tidak Ada Perdanya, Aku sing Kecekel
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad