Risma: Kalau Tidak Ada Perdanya, Aku sing Kecekel

Kamis, 05 Januari 2017 – 12:09 WIB
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini

jpnn.com - JPNN.com--Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sudah tidak bisa lagi menyediakan pendidikan gratis untuk siswa SMA/SMK di Surabaya.

Selama ini dia berupaya keras untuk membantu warga. Namun, semua itu terhalang aturan yang mengalihkan kewenangan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi.

BACA JUGA: Pindah Kewenangan, SPP SMA/SMK Surabaya Tertinggi

"Enggak bisa lagi. Aku membantu gimana caranya? Sekarang sudah di provinsi," ucap Risma saat ditemui setelah meresmikan sentra PKL di Jalan Arif Rahman Hakim.

Pemkot Surabaya tidak bisa membantu pembiayaan karena APBD 2017 yang mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 180 miliar tidak bisa digunakan.

BACA JUGA: Wah..Kinerja Bu Risma Disentil Ombudsman

Sejak 1 Januari lalu, pemkot tidak boleh cawe-cawe lagi dalam urusan SMA/SMK. Semuanya beralih menjadi kewenangan Pemprov Jatim.

Dana bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) bisa cair apabila judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 15 ayat 1 dan 2 dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

BACA JUGA: Terbit SE Gubernur, Inilah Besaran SPP SMA dan SMK

Masalahnya, tidak bisa ditentukan berapa lama MK memutuskan. Boleh jadi, anggaran bopda tidak terserap pada tahun anggaran ini.

Risma mengatakan bahwa dirinya kini pasrah. Apabila memaksakan diri, malah ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung.

"Kalau tidak ada perdanya, aku sing kecekel (yang tertangkap, Red)," ucap Risma, lalu bergegas masuk ke mobil dinasnya.

Secara terpisah, Ketua DPRD Surabaya Armuji menerangkan, dirinya masih menunggu jawaban dari Presiden Joko Widodo.

Sebab, pada 28 Desember 2016 Armuji mendampingi Risma menemui staf khusus presiden yang datang ke Surabaya.

"Presiden harus bisa melihat kondisi Surabaya. Butuh keputusan cepat," kata politikus PDIP tersebut.

Setelah pertemuan itu, staf khusus melapor ke presiden. Armuji berharap ada aturan khusus yang dikeluarkan.

Bisa berwujud instruksi presiden (inpres) atau peraturan menteri dalam negeri (permendagri).

Sebelumnya, Biro Hukum Pemprov Jatim menyarankan Surabaya menganggarkan bantuan khusus siswa miskin (BKSM).

Hal itu dilakukan agar angka putus sekolah tidak melonjak. Namun, anggaran tersebut telanjur tidak dialokasikan.

"Itu kan siswa miskin tok. Yang setengah miskin bagaimana? Kami maunya kewenangan menggratiskan semuanya," ucap anggota dewan empat periode tersebut.

Anggota DPRD lain Reni Astuti menilai, BKSM perlu dialokasikan. Saat ini terdapat 126.178 siswa SMA/SMK di Surabaya.
Asumsi siswa dari keluarga tidak mampu mencapai 10 persennya. Artinya, ada 12 ribu lebih siswa yang membutuhkan uluran tangan. Sayangnya, anggaran tersebut tidak diambil.

"Pemkot malah mengambil kebijakan anggaran berisiko," jelas politikus PKS itu.

Reni menginginkan kualitas pendidikan SMA/SMK lebih baik siapa pun yang mengelola.

Yang jadi catatannya, jangan ada perbedaan biaya antarsekolah di Surabaya. Bila itu terjadi, akan muncul anggapan sekolah si kaya dan si miskin.

Hal senada diungkapkan Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Jatim Agus Widiyarta.

Dia mengatakan, upaya pemkot untuk meminta kewenangan dikembalikan hampir

Sebab, undang-undang tersebut sudah ditetapkan secara nasional.

Meski demikian, masih ada upaya yang bisa dilakukan pemkot. Misalnya, mengalihkan anggaran bopda untuk membantu siswa tidak mampu. Dana bantuan bisa dilewatkan dinas sosial.

''Membantu mahasiswa saja bisa kok, masak SMA/SMK tidak bisa,'' tuturnya.

Bukan hanya itu. Bantuan juga bisa disalurkan dalam bentuk lain. Misalnya, pemkot membuat program pelatihan kemampuan tertentu sebagai bekal bagi para siswa.

Hal tersebut bisa dilakukan sebagai upaya antisipasi jika ada anak putus sekolah.

Harapannya, meski tidak dapat melanjutkan pendidikan formal di sekolah, mereka masih bisa mempunyai bekal keterampilan untuk keberlangsungan hidupnya nanti. (sal/ant/c7/git/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SMA/SMK Diurus Provinsi, Gaji Guru Honorer Belum Pasti


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler