Pengamat: Penerapan Sertifikit Tanah Elektronik di Pesisir Bisa Berisiko

Selasa, 16 Februari 2021 – 21:10 WIB
Presiden Jokowi saat penyerahan sertifikat tanah bagi warga Babel, Kamis (14/3). Sertifikat elektronik berisiko diterapkan di wilayah pesisir. Ilustrasi. Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan penerapan sertifikat elektronik pertanahan di kawasan pesisir bisa berisiko.

"Jadi harus diperhitungkan matang-matang," ujar Abdul Halim, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/2).

BACA JUGA: Komisi II Dorong BPN Sosialisasikan Sertifikat Tanah Elektronik

Abdul Halim mengatakan, sejumlah risiko yang mungkin dihadapi adalah data bocor dan mudah dialihfungsikan, karena telah berbentuk data digital.

Kendati demikian, dia menyadari, masih ada sejumlah permasalahan terkait dengan pengelolaan lahan di kawasan pesisir seperti problematika legalitas kawasan.

BACA JUGA: Kepala BPN Sebut Modus Ini Sering Dipakai Mafia Tanah, Hati-hati!

Untuk itu, ujar dia, berbagai pihak seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta BPN untuk penyelesaian persoalan tersebut.

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Rezka Oktoberia mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meningkatkan sosialisasi terkait kebijakan sertifikat tanah elektronik guna menghindari informasi palsu.

BACA JUGA: Kementerian ATR/BPN Komitmen Perhatikan Masyarakat Adat, Hingga Pegawai BPN Papua Barat

"Saya rasa sosialisasi terhadap sertifikat elektronik ini harus dilakukan terlebih dahulu oleh BPN untuk sampai ke masyarakat sehingga kalau ini disampaikan ke masyarakat, nantinya masyarakat juga bisa mengetahui apa itu sertifikat elektronik," kata Rezka Oktoberia dalam rilis, Selasa.

Menurut Rezka, masih banyak warga yang tidak memperoleh informasi ini secara utuh.

Untuk itu, ujar dia, BPN pusat dan daerah harus benar-benar menyiapkan sistem dan perangkat yang utuh, sehingga tercipta sistem yang matang.

Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti peretasan, bocor, atau duplikasi data.

"BPN juga harus memperhatikan keamanan sistem sibernya untuk menghindari kebocoran data, duplikasi atau ketidaksinkronan maupun pemalsuan data," katanya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menanggapi kontroversi pergantian sertifikat fisik menjadi sertifikat elektronik (Sertifikat-el) yang tengah menjadi kontroversi pada masyarakat.

Sofyan Djalil menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak akan menarik sertifikat tanah fisik yang masih dimiliki masyarakat.

Menurut Sofyan, sebagian masyarakat salah paham terkait pergantian sertifikat elektronik ini.

"BPN tidak akan pernah menarik sertifikat. Kalau ada orang mengaku dari BPN ingin menarik sertifikat, jangan dilayani. Sertifikat yang ada tetap berlaku sampai nanti dialihkan dalam bentuk media elektronik," kata Sofyan dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian ATR/BPN secara virtual, Kamis (4/2).(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler