Pengamat Pertanian Sebut Impor Beras Langkah yang Tepat

Jumat, 04 Oktober 2024 – 21:02 WIB
Ilustrasi - Pengamat pertanian Khudori menilai langkah pemerintah mengambil kebijakan impor beras merupakan langkah yang tepat.Foto Ilustrasi: Ricardo/jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai langkah pemerintah mengimpor beras merupakan langkah yang tepat untuk memastikan tercukupinya pasokan beras di dalam negeri.

Menurutnya, surplus panen tahun lalu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Karena itu impor merupakan langkah yang wajar melihat kondisi yang ada.

BACA JUGA: Kebijakan Impor Beras Dinilai Efektif Jaga Stabilitas Harga

"Konsumsi beras Indonesia mencapai 2,5 hingga 2,6 juta ton per bulan atau sekitar 30 juta ton per tahun. Meski tahun lalu surplus sekitar 500 ribu ton, jumlah (surplus) itu tidak cukup untuk menjaga stok keamanan pangan yang memadai," ujar Khudori di Jakarta, Jumat (4/10).

Menurut Khudori, Bulog pada 2023 sempat mengimpor beras sekitar 3,06 juta ton. Langkah itu dianggap wajar untuk mengantisipasi gagal panen akibat fenomena cuaca ekstrem seperti El Nino.

BACA JUGA: Skema Impor Menyuburkan Praktik Ilegal, KPK Wajib Usut Skandal Demurrage Rp 294 M

"Beda dengan impor 2018 yang tidak proper. Impor sebesar 3,06 juta ton tahun lalu sangat masuk akal, mengingat panen 2023 mundur akibat El Nino yang memperpanjang masa paceklik. Surplusnya juga hanya sebegitu (500 ribuan ton). Tanpa impor, harga beras di pasar bisa bergejolak karena kelangkaan," ucapnya.

Lebih lanjut Khudori menyebut kelangkaan pangan termasuk beras di pasaran, berpotensi mengakibatkan inflasi.

BACA JUGA: KPK Selidiki Skandal Demurrage, Pakar: Pengamanan Bukti Mudahkan Penetapkan Tersangka

Dari 2,61 persen inflasi nasional, sekitar 1 persen disumbang oleh inflasi pangan dan beras menjadi salah satu penyumbang tertinggi.

"Jika harga beras tidak terkendali, itu bisa menjadi penyumbang inflasi yang paling berpengaruh. Oleh karena itu impor beras yang dilakukan Bulog dan diawasi Bapanas adalah langkah wajar untuk menjaga kecukupan pangan," ucapnya.

Menanggapi efektivitas Bapanas dalam mengatur volume impor, Khudori menyebut tugas Bapanas yakni membuat, mengoordinasikan, dan merumuskan kebijakan serta melaksanakannya sesuai Perpres No. 66/2021.

Sebagai contoh, pada 2024 Bulog ditugaskan menyalurkan bantuan pangan beras kepada 22 juta rumah tangga, dengan setiap rumah tangga mendapatkan 10 kilogram beras.

"Bapanas sebagai regulator hanya perlu mengawasi agar penyaluran beras tidak terlambat sampai ke masyarakat," katanya.

Khudori menambahkan, peran Bulog sebagai operator sangat penting dalam memastikan beras sampai ke masyarakat tepat waktu.

"Jika distribusi beras melebihi empat bulan, kualitas beras bisa menurun sehingga distribusi harus dikawal dengan baik," katanya.

Mengenai perhatian Bapanas terhadap kesejahteraan petani, terutama dalam regulasi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah, Khudori tidak ada masalah.

Sebab HPP telah disesuaikan sebanyak dua kali walaupun penyesuaian HPP gabah terlambat.

"Pada masa pemerintahan Joko Widodo, Inpres No. 5 tahun 2015 menetapkan harga HPP gabah. Baru penyesuaian terjadi pada 2020. Tahun ini ada penyesuaian juga. Ini bisa dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang selalu di atas 100. Surplus produksi yang dijual petani. Ini menunjukkan yang diterima petani lebih besar. Di era Bapanas NTP dijaga di atas 100. Sebelumnya selalu di bawah 100," katanya.

Khudori menilai langkah yang diambil oleh Bapanas, termasuk impor beras, merupakan upaya menjaga keseimbangan pasokan dan harga beras di Indonesia, sekaligus memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga.

Sementara itu, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan importasi selalu dilakukan secara terukur.

Bapanas melakukan kalikulasi kebutuhan pangan nasional yang disandingkan dengan proyeksi produksi nasional, dilihat sebagai neraca pangan.

"Importasi dilakukan secara terukur, setelah melakukan kalkulasi tersebut, dan itu bertujuan untuk mengamankan stok Cadangan Beras Pemerintah," kata Arief.

Menurut Arief pemerintah tetap berkomitmen meningkatkan produksi dalam negeri untuk mewujudkan swasembada pangan.

Yakni, ketahanan pangan yang berbasis pada kemandirian dan kedaulatan pangan.

"Sedapat mungkin terus berupaya mengurangi impor dan berfokus pada produksi dalam negeri. Ini bergantung pada bagaimana semua bersama-sama bergandengan tangan mewujudkan ketahanan pangan berbasis kemandirian dan kedaulatan pangan," kata Arief. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Diminta Prioritaskan Penyelidikan Skandal Demurrage Impor Beras


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler