Pengamat Sebut Kejanggalan soal Tes PCR Harus Diusut Tuntas

Kamis, 04 November 2021 – 16:55 WIB
Pengamat menilai kebijakan tes PCR penuh dengan tanda tanya. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebutkan kebijakan tes PCR penuh dengan tanda tanya dan mengundang hipotesis liar.

Pasalnya, kebijakan itu berubah-ubah tak tentu arah. Trubus menilai usulan itu bukan untuk kepentingan publik, tetapi bisnis, cuan, untung, atau pun popularitas sebagian pihak yang memiliki kuasa.

BACA JUGA: Luhut dan Erick Thohir Dilaporkan ke KPK soal Harga PCR

"Tidak transparan, tidak ada perencanaan matang. Kelihatannya diusulkan oleh kelompok-kelompok yang bisa disebut pihak P," ungkap Trubus kepada JPNN.com, di Jakarta, Kamis (4/11).

Data Kemenkeu menyebut nilai impor alat tes PCR hingga 23 Oktober 2021, mencapai Rp 2,27 triliun. Angka itu melompat tinggi dibandingkan dengan Juni senilai Rp 523 miliar.

BACA JUGA: Polemik Bisnis Tes PCR Urusan Gawat, Luhut Binsar Diminta Buka Suara

"Seperti sudah tahu mau ada kebijakan mereka impor banyak," kata Trubus.

Trubus pun menyebut kejanggalan lain adalah pada harga dasar tes PCR yang hingga saat ini belum bisa diketahui publik.

BACA JUGA: 5 Fakta soal Bisnis Alat Tes PCR yang Menyeret Nama Luhut Binsar

Di sisi lain, lanjut Trubus, publik dipaksa harus tes PCR dengan harga yang ditentukan.

"Ini yang membenarkan dugaan kebijakan ini bernuansa bisnis ekonomi dan bukan persoalan public health," ujarnya.

Oleh karena itu, dia meminta pihak berwajib turun tangan mengusut tuntas polemik ini.

"Harus diusut tuntas ini sampai ke akar-akarnya," tegas Trubus.

Sebelumnya publik geger lantaran Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan ikut dalam bisnis tes PCR.

Melalui juru bicaranya Jodi Mahardi, Luhut membantah mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia.

Jodi Mahardi menerangkan partisipasi Luhut Binsar melalui Toba Bumi Energi merupakan wujud bantuan yang diinisiasi oleh rekan-rekannya dari Grup Indika, Adaro, Northstar, dan lain-lain untuk membantu penyediaan fasilitas tes Covid-19 dengan kapasitas yang besar.

Bantuan melalui perusahaan tersebut merupakan upaya keterbukaan yang dilakukan sejak awal. “Kenapa bukan menggunakan nama yayasan? Karena memang bantuan yang tersedia adanya dari perusahaan. Dan memang tidak ada yang kita sembunyikan di situ,” kata Jodi Mahardi dalam keterangan yang diterima, di Jakarta, Rabu (3/11). (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler