jpnn.com - jpnn.com - Keberadaan media penyebar hoax dan radikalisme akhir-akhir ini sudah sangat mengkhawatirkan.
Pasalnya, media-media itu membuat berita bohong untuk melakukan propanganda yang tujuannya menciptakan suasana tidak kondusif.
BACA JUGA: Pemblokiran Situs Jangan Bikin Chaos Cyber Tanah Air
"Intinya masyarakat harus pintar agar tidak terkecoh berita bohong dari media penyebar hoax dan radikalisme. Tapi masalahnya masih banyak masyarakat yang belum paham memilah mana media penyebar informasi yang benar atau tidak," ujar pengamat intelijen Wawan Hari Purwanto di Jakarta, Kamis (12/1).
Untuk itu, Wawan menyarankan masyarakat berpegang pada media mainstream sebagai acuan memilih informasi.
BACA JUGA: Media Radikal Wajib Ditindak Tegas
Menurutnya, media berita-berita di media mainstream, terutama online, lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang media yang tidak jelas.
Apalagi, sekarang ini banyak situs-situs abal-abal. Ironisnya, berita atau foto yang disebar media abal-abal di media sosial bisa viral meski hoax.
BACA JUGA: Pemerintah Jangan Sembarangan Blokir Media Online
Wawan menilai, keberadaan media penyebar hoax dan propaganda radikalisme sangat membahayakan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
"Intinya, kita harus cerdas dan kritis saat menerima informasi, utamanya dari media di dunia maya maupun media sosial. Jangan langsung percaya dengan apa yang kita dapat dari media. Verifikasi lebih dulu, sebelum mempelajari atau menyebarkan lagi," ungkap pria yang juga Direktur Lembaga Pengembangan Kemandirian Nasional ini.
Untuk mengatasi masalah media penyebar hoax dan propaganda radikalisme, pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), sudah melakukan langkah-langkah untuk menangani media tersebut.
Salah satunya memblokir situs-situs bermuatan negatif dan SARA.
Menurut dosen Lemhanas ini, tindakan Kemenkominfo udah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE).
Selain itu, dia juga yakin penegak hukum bisa diandalkan untuk menembus dan mencari pembuat serta sumber berita yang disebarkan media hoax dan radikalisme itu.
Tidak hanya UU ITE, para pelaku itu juga dijerat dengan UU hukum pidana.
"Tinggal bagaimana penerapan di lapangan. Karena yang penting adalah efek jera. Kalau kita setiap hari dicekokin berita-berita hoax bisa kacau ini nanti. Itu juga berakibat masyarakat semakin tidak dicerdaskan dan dibodoh-bodohi. Jelas itu tidak baik dan akan membuat bangsa kita semakin susah," imbuh Wawan.
Wawan menilai, yang bisa tameng dalam menyelamatkan masyarakat dari bahaya berita hoax dan radikalisme adalah diri mereka sendiri.
"Apa yang kita baca, kita dengar dan apa yang kita lihat, semuanya itu akan memengaruhi otak kita, karakter kita, dan juga pikiran kita. Nah, filternya harus pandai-pandai menyikapi informasi dan tidak menelan mentah-mentah," tuturnya.
Untuk memverifikasi berita itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Diawali dengan langkah mencari kebenaran berita itu. Setelah itu mencari dasar dan sumber-sumber beritanya.
Kemudian, harus juga diketahui penulisnya, juga dicari tahu apakah ada tendensi d ibalik berita itu. Tidak kalah penting disaring lagi, apakah berita itu ada provokasi atau propagandanya.
"Semuanya itu harus kritis menyikapinya. Karena kalau tidak, maka dia akan taklit. Taklit itu mengikuti pendapat orang lain tanpa mau mengetahui sumber atau alasannya," ungkap Wawan.
Dampak dari berita hoax dan propaganda radikalisme itu sangat besar. Wawan menambahkan, masyarakat seperti robot jika mudah terpengaruh informasi yang sumbernya tidak jelas.
"Kita memang tidak bisa menutup diri dengar berbagai pendapat di sekitar kita apalagi itu dimuat dalam sebuah bingkai berita atau tulisan. Tapi itu tadi jangan kita menelan mentah-mentah informasi atau berita yang belum jelas asal-usulnya. Kalau tidak kita akan terjebak pada genderang yang ditabuh oleh si penulis atau pemberi berita itu," tandas Wawan. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenkominfo Blokir Situs Media, Ini Respons Fadli Zon
Redaktur & Reporter : Ragil