Presiden Joko Widodo pada Rabu (17/11) mengatakan bahwa Indonesia siap menjadi tuan rumah penyelenggara pesta olahraga Olimpiade di tahun 2036.
"Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan kesediaan dan kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah Olympics 2036 di Ibu Kota Nusantara," ujar Jokowi di Hotel Apurva Kempinski, Bali.
BACA JUGA: Prediksi Mbak Puan, Jokowi Kirim Surpres Panglima TNI Sebelum Tanggal Ini
Wacana ini menuai pendapat dari para ahli, termasuk wartawan senior dan pengamat olahraga, Anton Sanjoyo.
Anton menilai bahwa tawaran tersebut masuk akal dari aspek politik, bila negara ingin memberdayakan Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan menyebarkan pusat pertumbuhan.
BACA JUGA: Kirim Surat Pengusiran ke Ratusan Pengungsi, Pemerintah Australia Mengaku Tidak Sengaja
"Tapi menurut saya semua itu omong kosong dalam konteks olahraga," katanya.
Ini menurutnya karena Indonesia "tidak pernah serius" mengembangkan tiga cabang olahraga dasar Olimpiade, yakni senam, atletik dan renang.
BACA JUGA: KTT G20 Bali Sukses, Putu BKSAP: Terima Kasih, Pak Jokowi
"Indonesia itu enggak pernah membina tiga cabang ini, tidak pernah ada kejuaraan, tidak pernah ada turnamen, pokoknya ketiga cabang ini seolah-olah tidak ada di Indonesia," katanya.
"Bagaimana mungkin kita bicara Olimpiade 2036 tanpa basic tiga cabang Olimpiade ini?"Pengumuman yang 'mengejutkan'
Peneliti isu politik dan sejarah Indonesia di Australia-Indonesia Centre Dr Jemma Purdey menilai, ada alasan tersendiri mengapa pengumuman yang tersebar di media sosial ini tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
"Jelas sekali audiens [yang menyaksikan] adalah warga domestik dan mungkin ia [Jokowi] ingin membangun sentimen positif yang menurutnya ada di masyarakat karena kesuksesan G20," ujarnya.
"[Tapi] tentang mengapa ia [menawarkan Indonesia untuk menjadi tuan rumah] Olimpiade saya tidak paham."
Pengumuman ini diakuinya "mengejutkan" karena "pihak administrasi negara masih mencari investasi" untuk pembangunan IKN.
Jemma mengatakan, ia tidak yakin tawaran ini akan dipertimbangkan mengingat insiden di Kanjuruhan.
"Saya hanya bisa membayangkan tragedi Kanjuruhan dan [bagaimana] respon pemerintah setempat yang mungkin tidak membuat tawaran Indonesia untuk menjadi tuan rumah ajang olahraga besar ... dalam citra yang positif," katanya.
Namun, Anton yang tergabung dalam Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Kanjuruhan mengatakan peristiwa itu "terlalu jauh" dengan ajang Olimpiade yang baru akan digelar 14 tahun lagi tersebut.
"Sudah enggak ada kaitannya kalau 2036," katanya.
"Kecuali kita bicara Piala Dunia U-20 tahun depan ... saya tidak yakin kita mampu membangun stadion dengan standar FIFA yang betul-betul pakai standar keamanan FIFA, karena berat banget."Harus ada perencanaan
Meski demikian, Anton mengaku optimistis soal pendanaan penyelenggaraan Olimpiade di IKN.
Tetapi ia lebih mengkhawatirkan dampaknya dalam aspek olahraga nasional.
"Kalau [Indonesia] memang terpilih, akan ada pembiayaan alternatif ... apalagi kalau sudah bicara politik tingkat tinggi itu kita pasti ada," katanya.
"Tapi masalahnya kan membangun kompleks Olimpiade itu enggak sekadar membangun, dipakai Olimpiade, lalu selesai."
Menurut Anton, pemerintah harus memiliki rencana "bila kepentingan politiknya adalah untuk membangun citra sebagai negara yang kuat di cabang olahraga."
"Harus dipikir ke depan, harus ada perencanaan."
"Plan A nya Olimpiade, tapi Plan B nya bagaimana setelah Olimpiade. Harus ada pusat pertumbuhan olahraga di sekitar IKN misalnya," pungkasnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puji Kesuksesan KTT G20 Bali, Ustaz Mahfuz Gelora: Thank You, Mr President Jokowi