Pengelolaan Energi Masih Bergantung pada Asing

Jumat, 30 September 2016 – 23:32 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah dinilai belum sepenuhnya melaksanakan kedaulatan energi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). Pasalnya, eksplorasi migas yang ada saat ini masih didominasi perusahaan asing.

Pendapat ini mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Mewujudkan Kedaulatan Energi Nasional Penguatan Peran Negara Berdaulat” yang diselenggarakan FISIP Universitas Nasional (Unas) di Jakarta, Jumat (30/9). 

BACA JUGA: Dua Manfaat Alihkan Ketergantungan BBM Bersubsidi

Hadir sebagai pembicara, Dekan Fakultas Tehnik Komunikasi dan Informasi (FTKI) Unas Dr. Ucuk Darusalam, Wakil Rektor Unas Prof Iskandar Fitri dan Dradjat H. Djukahdi dari Sucofindo.

Ucuk mengatakan, kedaulatan energi nasional merupakan syarat mutlak untuk menuju negara yang maju sebagaimana amanat UUD 1945. “Indonesia tidak akan pernah selama-lamanya menjadi negara maju dan modern selama masih menerapkan tata kelola energi yang tidak membawa manfaat signifikan bagi kemajuan bangsa,” ujarnya.

BACA JUGA: OJK Harus Kembalikan Izin Usaha Bumi Asih Jaya

Menurut Ucuk, ketergantungan pada pengelolaan energi nasional dengan investasi asing dalam area minyak, gas, dan mineral serta kurang berperannya SKK Migas sebagai wakil resmi negara untuk mewujudkan kedaulatan energi nasional, memberikan dampak lemahnya fungsi negara dalam tata kelola energi nasional.

“Hal tersebut sangat kontradiktif dengan maksud UUD 1945 bahwa peran negara dalam penguasaan kekayaan alam mewajibkan penyelenggara negara untuk menguasai sepenuhnya, baik dari sisi teritorial, regulasi, kegiatan hulu dan hilir,”katanya.

BACA JUGA: Sah! Pemerintah Naikkan Harga Rokok

Sementara itu Senior Marketing Sucofindo Dradjat, menyoroti penurunan produksi migas Indonesia, yang kini rata-rata sebesar 783.000 barrel per hari, sehingga angka impor migas masih berkisar pada 350.000 – 500.000 barrel per hari.

Penurunan produksi migas itu, menurut Dradjat, tidak hanya diakibatkan oleh penurunan aktif pemboran sebagai dampak penurunan harga minyak, namun juga oleh semakin tuanya lapangan migas yang ada. Rendahnya aktivitas survey seismic juga menjadi salah satu penyebab rendahnya proven reserve.

“Berdasarkan data SKK Migas, sampai paruh pertama tahun ini, aktivitas survey seismic baru mencakup dua kegiatan. Padahal dalam dokumen rencana kerja KKKS, ditargetkan mencapai 33 kegiatan. Survey non seismic juga terpuruk dari rencana sebesar 13 kegiatan, realisasinya hanya 4 kegiatan,” tambahnya.(fat/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengembang Rumah Bersubsidi Diminta Ringankan Beban


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler