jpnn.com, JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyayangkan keputusan penghapusan mandatory spending (pengeluaran wajib) APBN minimal 5 persen dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan.
PKB mengaku sudah berjuang maksimal namun kalah suara saat voting dalam Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan.
BACA JUGA: Tegas! APTI dan Partai Golkar Menolak Pasal-pasal Pertembakauan dalam RUU Kesehatan
“Kami meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena sudah berjuang maksimal agar pasal mandatory spending minimal 5 persen APBN untuk layanan kesehatan masuk dalam batang tubuh RUU Kesehatan. Namun ternyata kami kalah suara saat voting dalam Panja RUU Kesehatan,” ujar Ketua DPP PKB Bidang Kesehatan, Perlindungan Anak, dan Difabel Nihayatul Wafiroh saat konferensi pers menyikapi RUU Kesehatan di Ruang Fraksi PKB, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Nihayatul Wafiroh mengungkapkan persoalan penetapan mandotory spending untuk layanan kesehatan memang menjadi perdebatan alot dalam Panja RUU Kesehatan.
BACA JUGA: RUU Kesehatan jadi Upaya Pemenuhan Jumlah Dokter Spesialis
Selama dua hari terakhir anggota Panja mendiskusikan secara serius apakah perlu ada mandatory spending dalam batang tubuh UU Kesehatan atau mengikuti usulan pemerintah agar alokasi anggaran layanan kesehatan bersifat elastis sesuai kebutuhan di lapangan.
“Perdebatan ini diakhiri dengan voting di mana usulan pemerintah lebih diterima oleh mayoritas anggota Panja,” katanya.
BACA JUGA: Tolak RUU Kesehatan, Akademisi: Akan Buat Penyimpangan Berbagai Kebijakan
PKB, kata Nihayatul tentu sangat menyayangkan fakta politik tersebut. Menurutnya PKB dari awal menegaskan jika anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai mandatory spending dan disebutkan secara jelas dalam batang tubuh UU Kesehatan.
“Bahkan PKB dengan tegas memastikan bahwa mandatory spending tersebut minimal 5 persen dari APBN dan disebutkan dalam batang tubuh UU kesehatan, tidak sekadar dalam penjelasan UU,” katanya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI ini mengatakan PKB berpandangan jika anggaran layanan kesehatan harus dikategorikan sebagai anggaran wajib yang harus dialokasikan dalam APBN.
Kewajiban tersebut untuk memastikan kualitas layanan kesehatan baik dalam bentuk program maupun perbaikan sarana prasana kesehatan.
Dia mengatakan berdasarkan pengalaman saat menangani Covid-19, kita tahu betapa rapuh sistem layanan kesehatan kita. Ada banyak sekali lubangnya mulai keterbatasan sarana prasarana, keterbatasan obat-obatan, hingga keterbatasan sumber daya manusia.
“Jika tidak ada mandatory spending maka kita akan semakin ketinggalan dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan kita,” pungkas Nihayatul.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari