Pengibaran Bendera RRT di Pulau Obi Jadi Ancaman, Kalau...

Minggu, 27 November 2016 – 23:50 WIB
Bendera RRT di Pulau Obi diturunkan setelah menuai kecaman. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Sukamta, menaruh perhatian terhadap insiden pengibaran sekaligus penurunan paksa bendera Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Jumat (25/11).

Selain soal pengibaran, yang juga dipersoalkan adalah ukuran bendera RRT yang lebih besar dari bendera Merah Putih.

BACA JUGA: Persis: Tersangka Belum Cukup

"Soal ukuran bendera RRT yang lebih besar dari bendera merah putih bertentangan dengan UU No 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara," kata Sukamta.

Hal itu juga bertentangan dengan PP No 40 tahun 1958 tentang bendera kebangsaan Republik Indonesia yang mengatur bahwa ukuran bendera asing harus sama/seimbang dan tiang yang sama tinggi.

BACA JUGA: Jabatan Ketua DPR Dibikin Maju Mundur Cantik, Apa Kata Dunia?

"Apabila memang terbukti dilakukan dengan sengaja untuk melanggar aturan, itu artinya ancaman kedaulatan. Kita musti tegas jika kedaulatan terusik. Saya juga mengapresisasi TNI AL yang segera bertindak cepat," lanjutnya.

Sekretaris FPKS ini juga mendapat kabar bahwa berdasar informasi dari Danrem Babullah Kolonel (Inf) Sachono, pengibaran bendera tersebut sudah mendapat semacam izin dari Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Bupati Halsel Bahrain Kasuba, dan Kapolres Halsel AKBP Z. Agus Binarto.

BACA JUGA: Zulkifli Hasan Ajak Mahasiswa Bijak Gunakan Medsos

Hal Ini menurut politikus asal Yogyakarta, perlu dikonfirmasi karena memang diatur dalam PP No. 41 tahun 1958 tentang pengibaran bendera asing bahwa izin pengibaran bendera asing di daerah itu menjadi kewenangan pejabat daerah setempat, seperti gubernur, bupati dan walikota.

"Meskipun begitu, hal-hal menyangkut kedaulatan seperti ini sangat sensitif. Izin pengibaran bendera asing musti dilakukan dengan sangat hati-hati," tegasnya.

Sebagaimana diatur pada Pasal 7 PP No.41/1958, Kepala Daerah dapat melarang penggunaan bendera kebangsaan asing, apabila menurut dapat menyebabkan timbulnya gangguan ketertiban dan keamanan umum.

Apalagi muncul dugaan dan suasana kebatinan di masyarakat bahwa seolah Indonesia mau dikuasai RRT.

Dugaan ini menurut Sukamta, muncul karena banyak proyek yang dilakukan bekerja sama dengan RRT. Kemudian ada beberapa temuan soal tenaga kerja asing ilegal asal RRT di berbagai daerah. Belum lagi soal reklamasi pulau di DKI Jakarta.

"Itu memang dugaan, tapi kalau bicara kedaulatan semua kemungkinan harus dipikirkan. Kita tidak mau kecolongan lagi seperti yang sudah-sudah," pungkasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Densus 88 Bekuk Terduga Teroris di Serang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler