jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah secara resmi membubarkan FPI (Front Pembela Islam) dan tidak lagi mengakui ormas pimpinan Habib Rizieq Shihab itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak mengakui keberadaan FPI sebagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan organisasi.
BACA JUGA: Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI, Munarman: Jelas Itu Pelanggaran HAM Berat
Mahfud mengatakan, keputusan pemerintah tidak mengakui keberadan FPI mengacu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-11/2013 tertanggal 23 Desember 2014.
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi memiliki legal standing baik sebagai Ormas atau sebagai organisasi biasa. Jadi tidak pnya legal standing," ungkap Mahfud dalam keterangan resmi yang disiarkan akun Youtube Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (30/12).
BACA JUGA: Guspardi Gaus Angkat Bicara soal Sengketa Lahan Markaz Syariah FPI di Megamendung
Mahfud mengimbau kepada pemerintah pusat dan daerah tidak menggubris FPI.
Setiap pihak yang mengatasnamakan FPI harus ditolak karena organisasi tersebut tidak diakui.
BACA JUGA: Perang Manggarai Bersatu vs Pasar Rumput, JA Dicelurit Masih Mampu Berdiri, Dibacok Lagi
"Kepada aparat pemerintah pusat dan daerah, kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI itu dianggap tidak ada dan harus ditolak, karena tidak ada legal standing terhitung hari ini," tegas Mahfud MD.
Menurut Mahfud, keputusan membubarkan dan tidak mengakui FPI ini disepakati beberapa menteri dan kepala lembaga.
Seperti Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna Laoly, Menkominfo Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Idham Azis, Kepala BNPT Boy Rafli Amar.
"Pelanggaran kegiatan FPI ini dituangkan dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga, yakni Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT," beber Mahfud MD mengumumkan pembubaran FPI. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan