jpnn.com - JAKARTA - Selama tiga pekan pengungsi banjir Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jakarta Timur, hidup di pengungsian. Para pengungsipun mulai diserang penyakit. Tidak hanya itu, ternyata para pengungsi juga diserang stres. Maka, pihak Sudin Kesehatan Jakarta Timurpun mulai mengerahkan psikolog ke pengungsian.
Petugas posko pengungsian di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, dr Gafar Hartatiyanto, mengatakan, pihaknya juga memperhatikan kesehatan mental para pengungsi. Untuk itu rutin menerjunkan tim psikolog ke pos-pos pengungsian.
BACA JUGA: Ahok Kejar Oknum Penikmat Proyek Percetakan
Tim dari Perkumpulan Psikolog Jakarta itu datang ke posko untuk mengadakan aneka permainan bagi anak-anak dan ibu-ibu.
BACA JUGA: Ratusan TPS di Jakut Rawan Konflik
”Pengungsi sudah pasti stres, mereka harus memikirkan rumah yang terendam banjir dan di pengungsian pun mereka tidur berdesak-desakan,” ungkapnya.
Keberadaan tim psikolog tersebut, menurut Gafar cukup membantu menstabilkan tingkat stress para pengungsi.Sedangkan penyakit fisik yang kini mulai menyerang para pengungsi biasanya berupa sakit batuk dan pilek. ”Karena ratusan warga tinggal satu atap, penyakit mudah menular," kata Gafar.
BACA JUGA: SDN Duren Sawit 08 Kebanjiran
Selain itu, penyakit gatal-gatal dan kutu air akibat banjir juga sering dikeluhkan pengungsi. Sejauh ini, menurut dia, tenaga medis dan obat-obatan di posko kesehatan pengungsian masih bisa menangani keluhan para warga tersebut. ”Belum ada kasus berat, kecuali jika memang pengungsinya punya riwayat penyakit,” kata Gafar.
Sementara itu Gafar mengaku adanya keluhan menu makanan yang monoton. Kendati begitu, pihaknya menjamin menu makanan yang disediakan memenuhi kebutuhan nutrisi para pengungsi. Tidak hanya itu, setiap bantuan makanan yang datang pun akan diambi sampelnya untuk diuji di laboratorium kesehatan.
”Setiap pekan Palang Merah Indonesia juga mengirim telur asin buat pengungsi, agar kebutuhan protein mereka terjaga dan pencernaan tetap sehat,” ujarnya.
Sementara itu di pihak pengungsi, mengeluhkan makanan dengan menu yang monton. Selain mie instan, ransum makanan yang datang dari donatur ataupun pemerintah menunya sederhana.
”Ya paling tempe, sayur, kalau daging jarang,” kata Eddy Patinama, koordinator posko pengungsi Kampung Pulo di Kantor Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, kemarin.
Akibatnya, para pengungsi pun merasa bosan dengan menu makanan itu. Keluhan semacam itu, menurut Eddy, wajar karena pengungsi sudah terlalu lama tinggal di pengungsian dan praktis tidak dapat beraktivitas lain.
”Mulai masuk Minggu kedua sudah banyak pengungsi yang bilang bosan dengan menu makanan bantuan,” urainya.
Eddy pun terpaksa bersikap tegas menghadapi pengungsi yang menolak makan makanan bantuan. ”Saya bilang, ya sudah kalau tidak mau tidak apa-apa, beli saja sendiri,” ucapnya.
Namun karena para pengungsi tidak membawa banyak uang, akhirnya mereka terpaksa makan makanan bantuan. ”Saya juga bilang kalau menolak nanti tidak dapat bantuan sampai banjir beres,” tuturnya. Dengan sikap tegas itu, pengungsi pun menurut dan mau memakan makanan bantuan.
Sedakang Eman, warga RT 014, RW 03 Kampung Pulo juga mengaku bosan dengan menu makanan bantuan. ”Bosan makanannya itu-itu saja, saya sampai eneg makan mie instan terus,” kata warga berusia 50 tahun ini.
Tapi karena tak punya pilihan lain akhirnya dia pasrah saja. Dia tetap bersyukur mendapatkan bantuan. ”Namanya juga lagi musibah,” kata Eman.
Namun dia sedih melihat anak-anak dan para balita di pengungsian yang harus makan makanan seadanya. ”Saya khawatir anak-anak sakit karena kurang gizi,” kata ayah dari tiga anak tersebut. (dni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok Heran, Pembelian Truk Sampah Ditolak DPRD DKI
Redaktur : Tim Redaksi