Pengurangan Risiko Bencana Masuk Kurikulum

Kamis, 29 Juli 2010 – 19:09 WIB
JAKARTA—Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan mengintegrasikan kurikulum  pengurangan risiko Bencana (PRB) pada pendidikan dasar hingga menengahKebijakan Kemdiknas tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No

BACA JUGA: 25 Persen Sekolah Ada di Zona Bencana

70a/SE/MPN/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah


"Pemerintah mengimbau gubernur, bupati, dan walikota untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana di sekolah,”ungkap Bambang Indriyanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas  pada sosialisasi SE Mendiknas itu di Kemdiknas, Kamis (29/7).

Pembelajaran tentang bencana diprioritaskan di Bengkulu, Sumatra Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur

BACA JUGA: Didrop PTT, Sekolah Resah

Adapun topik bencana yang dikenalkan meliputi gempa, tsunami, banjir, kekeringan, dan kebakaran
Ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas sekolah.

Menurut Bambang, kurikulum tersebut tidak akan berpengaruh terhadap standar isi kurikulum secara keseluruhan.  Saat ini kementerian masih menggodok model pengintegrasian kurikulum dan bagaimana implementasinya.

Bambang menjelaskan, karena selain beresiko menambah beban siswa, penambahan kurikulum juga harus mengubah peraturan

BACA JUGA: Operasional PTN BHMN Masih Aman

Dia mencontohkan,  dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan alam ke depan, siswa belajar tentang asal muasal gempa"Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosialnya, akan diajarkan bagaimana menghadapi gempa, mengembangkan empati dan simpati," ujarnya.

“Secara intuisi, setiap orang mempunyai naluri untuk menyelamatkan diri dari bencanaNamun, dengan pengetahuan untuk menyelamatkan diri secara cerdas dan sistematis, dapat mengurangi risiko bencanaDalam penyelamatan juga akan terlihat solidaritas dalam berempati dan simpati dari siswa ketika terjadi bencana alam," katanya.

Bambang menjelaskan, pengintegrasian materi dilakukan pada tingkat topik bahasan, sehingga tidak membebankan dan tidak berpengaruh pada standar isiMenurut dia, kalau menambah dan mempengaruhi standar isi artinya merubah peraturan perundang-undanganDia mencontohkan, pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Geografi, siswa mendapatkan pengetahuan tentang gempa tektonik dan vulkanik"Siswa diharapkan tidak hanya memahami, tetapi mempunyai kompetensi," ujarnya.

Contoh lain, lanjut Bambang, pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada konteks kehidupan bersama saat terjadi bencanaSiswa dapat mengembangkan rasa simpati dan empatiKemudian pada mata pelajaran Kewarganegaraan topik bahasan hak dan kewajiban warga negara"Dalam kehidupan berdemokrasi kita sisipi saat bencana banjir.  Tidak secara diskret yang namanya solidaritas membedakan banjir tanah longsong," katanya.(cha/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SMP Terbuka Setara SMP Reguler


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler