jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring (IPM) Ferdinand Hutahaean menyoroti operasi Densus 88 Antiteror Polri menangkap tiga terduga teroris di wilayah Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11).
Ketiga terduga teroris itu masing-masing berinisial FAO, ZA dan AA. ZA yang merujuk pada Ahmad Zain An-Najah merupakan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI Pusat.
BACA JUGA: Peran 3 Terduga Teroris yang Ditangkap Densus 88 Terungkap, Satunya Farid Okbah, Ternyata
"Penangkapan ini makin membuktikan bahwa gerakan radikalisme, intoleransi dan terorisme kian menjadi-jadi di negara ini," ucap Ferdinand dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN.com, Rabu (17/11).
Dia menilai anggota MUI seharusnya menyerukan kebaikan guna merawat toleransi antarumat beragama, bukan malah terlibat gerakan terorisme.
BACA JUGA: Kasus Formula E dan Motif Politik, Pimpinan KPK Buka Suara, Jelas Sudah
Sebagai organisasi tempat berkumpulnya ulama, katanya, MUI seharusnya tidak memberi ruang bagi pihak-pihak yang diduga terlibat gerakan radikalisme dan terorisme.
"Menurut saya, ini sungguh sangat mengecewakan, semestinya MUI adalah penebar kebaikan, perdamaian, dan toleransi bukan malah anggotanya terlibat tindak pidana terorisme," ucap mantan politikus Partai Demokrat itu.
BACA JUGA: Irjen Napoleon Bonaparte Jadi Pendatang Baru di Lapas Cipinang
Indonesia Police Monitoring juga mengapresiasi Polri, terutama Densus 88 Antiteror yang mampu mengungkap dan melakukan tindakan preventif sebelum para terduga pelaku terorisme melakukan aksinya.
“Ini prestasi dan profesionalisme yang harus didukung. Densus 88 harus diberikan standing applause. Mereka bekerja keras untuk melindungi bangsa ini dari tindakan kelompok teroris," ujar ketua Yayasan Keadilan Masyarakat Mandiri itu.
Ferdinand juga mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung Polri dan Densus 88 atas penangkapan para terduga teroris.
Dukungan masyarakat tersebut sangat penting bagi Polri dan Densus 88 yang selalu mendapat serangan opini dari kelompok radikal yang kerap membangun opini seolah tindakannya adalah kriminalisasi ulama, mengaitkan dengan agama dan seolah pemerintah islamofobia.
Mantan juru bicara BPN Prabowo - Sandi di Pilpres 2019 itu memandang apa yang dilakukan oleh Polri dan Densus 88 tidak ada hubungan sama sekali dengan agama, islamofobia, apalagi kriminalisasi ulama.
"Ini murni adalah proses hukum untuk memberi rasa aman kepada masyarakat secara luas. Tidak mungkin pemerintah memusuhi agamanya sendiri, itu tidak masuk akal," tandas Ferdinand Hutahaean. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam