Pengusaha Karaoke Sebut Rakyat Butuh Hiburan

Senin, 30 Desember 2013 – 10:25 WIB

jpnn.com - CIPEDES-Rencana penutupan karaoke dinilai rencana bukan solusi terbaik. Karena disana ada banyak karyawan yang menggantungkan hidup. Masyarakat juga masih membutuhkan hiburan.

“Pemerintah harus bijak. Kalau mau menutup karaoke, fikirkan juga aspek lainnya. Misalkan masalah pengangguran akan semakin bertambah,” ujar Sekretaris Umum Anshor Asep Rizal, kepada Radar (Grup JPNN), Minggu (29/12).

BACA JUGA: Setelah Ditabrak Mobil, Ambulans Masuk Jurang, Bocah 6 Tahun Tewas

Dia berpendapat, selaku pemangku kebijakan pemerintah sah-sah saja melakukan penutupan. Jika memang dianggap tempat tersebut tidak optimal dalam penerapan pajak. Namun dampak lain yang akan timbul tetap harus dipertimbangkan.

“Tinggal komunikasilah antara pemerintah dengan pengusaha biar ada solusi bersama. Saya kira kita punya  wakil rakyat yang bisa menjembatani untuk masalah ini. Membentuk tim kajian untuk persoalan ini,” jelasnya.

BACA JUGA: 24 Anak Hidup di Lapas

Menurut Asep, sampai saat ini masyarakat Tasikmalaya masih senang dengan hiburan tersebut. Karena itu tempat hiburan itu juga masih tetap berdiri. Tinggal dalam hal ini pemerintah melakukan langkah-langkah yang tepat. Agar pajak tetap tertagih optimal, namun pengusaha juga tidak keberatan.

“Kami harap hiburan yang disuguhkan tidak melanggar aturan yang telah disepakati. Misalnya tidak menyediakan Miras, Pemandu Lagu yang berbusana sexy. Apalagi sampai ada Transaksi Sex bebas,” tandasnya.

BACA JUGA: PT KAI Tuding Pedagang Anarkis

Tokoh pemuda, Asep Suherlan juga berpendapat sama. Menurut dia karaoke hingga saat ini masih dibutuhkan. Masyarakat masih butuh tempat hiburan bersama keluarga. “Menurut saya keberadaan karaoke masih dibutuhkan. Disana banyak saudara-saudara kita yang menggantungkan Hidup,” jelas dia.  

Potensi munculnya pengangguran dari rencana penutupan karaoke bisa menimbulkan masalah sosial baru. Yaitu jumlah pengangguran yang akan semakin bertambah. Padahal saat ini pemerintah sendiri belum bisa optimal menangani pengangguran. "Kalau yang saya tahu tempat karaoke karyawannya seratus orangan lebih. kita dukung penegakan perda, tapi kalau untuk menutup kami rasa belum saatnya kalau pemerintah belum punya solusi. karena masyarakat harus tetap hidup kan," tuturnya.   

Sementara itu, anggota Tim Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RanHAM), Rustidjo mengusulkan pajak karaoke tidak lebih dari 40 persen. Agar tidak terlalu memberatkan pengusaha. “Sesuai dengan pertimbangan akademisi rasionalnya antara tigapuluh lima sampai empat puluh persen paling tinggi,” katanya.

Hal itu mengacu pada undang-undang nomor 28 tahun 2009 pasal 45 ayat 1. bahwa pajak hiburan setinggi-tingginya 35 persen. Sementara pajak 75 persen diterapkan untuk tempat mandi uap alias Spa, night club, dan panti pijat. Dia berharap sebelum revisi perda diketuk aturan pajak sudah bisa dirubah. Agar pendapatan pajak dari karaoke bisa optimal. “Bukan setuju pada kemaksiatan. Tapi kan perkembangan kota Tasikmalaya semakin pesat. Pada umumnya kota maju pasti selalu ada tempat-tempat karaoke,” pungkasnya. (pee)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Padang-Painan Lumpuh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler