jpnn.com - SURABAYA – Regulasi masih menjadi pembelit pengusaha pelayaran Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak melarang kapal-kapal berlayar di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
Khususnya perusahaan kapal yang belum menyelesaikan pembayaran atas pemakaian jasa alur baru di APBS. Sebagaimana diketahui, per 1 Agustus lalu PT APBS melakukan sinkronisasi jasa pelayanan APBS dengan pelayanan jasa pemanduan dan penundaan atau locking system.
BACA JUGA: Ini 8 Institusi Yang Bergabung Dengan Satgas Waspada Investasi
Dengan demikian, pengguna jasa yang melalui alur baru APBS wajib dipungut biaya. Bersamaan dengan itu, anak perusahaan PT Pelindo III tersebut mengeluarkan nota tagihan atas pemakaian jasa selama sekitar enam bulan terakhir.
Stenvens H. Lesawengen, ketua Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Jatim, menyatakan bahwa sejak ketentuan mengenai draf minimal kapal yang harus melalui alur baru dan tarif jasa keluar, pihaknya meminta adanya pembahasan lebih lanjut.
BACA JUGA: Asing Borong Saham Murah, IHSG Ditutup Menguat
’’Suara kami tidak didengar. Karena otpel (otoritas pelabuhan) sama sekali tidak memberikan respons positif. Dan, ternyata setelah enam bulan berlalu tiba-tiba datang nota tagihan,’’ paparnya.
Para pengusaha tidak langsung membayar nota tersebut hingga muncul larangan memasuki APBS. Sebab, yang diminta pengusaha adalah pembaruan tarif. Tarif lama dinilai memberatkan.
BACA JUGA: Tahun Depan Gaji PNS Tak Naik Lagi, tapi...
Misalnya, untuk kapal internasional dengan berat di atas 20 ribu gross tonnage (GT) harus membayar USD 0,5 per GT untuk sekali jalan. Dengan demikian, masuk dan keluar dari alur dihitung dua kali jalan.
’’Kalau memang dilarang, kami tidak akan masuk ke Tanjung Perak. Kami bisa masuk ke pelabuhan lainnya. Kami memilih menunggu hingga ada tarif baru,’’ tuturnya. (res/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tees Gandeng Tokopedia Pasarkan Kaus Star Wars
Redaktur : Tim Redaksi