Pengusaha Tagih Keseriusan Pemerintah di Bidang Maritim

Sabtu, 31 Desember 2016 – 14:42 WIB
Ilustrasi. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com - JPNN.com - Keseriusan pemerintah mengembangkan potensi industri maritim di Batam, Kepulauan Riau dipertanyakan sejumlah pengusaha.

Sebab hingga saat ini belum ada kebijakan nyata dari pemerintah untuk menggenjot sektor tersebut.

BACA JUGA: Imigrasi Mencatat Ada 3.258 WNA Tinggal di Batam

“Ada masalah di Batam. Selama ini saya belum lihat adanya kebijakan yang benar-benar ingin mengembangkan investasi maritim di Batam,” kata Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, Daniel Burhanudin, kepada Batam Pos (Jawa Pos Group) Jumat (30/12).

Daniel mengambil contoh pengembangan pelabuhan alih kapal atau transhipment di Batam yang hanya sebatas wacana dan retorika.

BACA JUGA: Pemerintah Bantah TKA di Batam Capai 5.000 Orang

Padahal, seharusnya Batam menjadi pusat pelabuhan transhipment karena posisinya di jalur pelayaran paling sibuk di dunia, Selat Malaka

Padahal, jika potensi ini digarap dengan serius, Batam bisa meraup pendapatan 10 miliar dolar AS per tahun. "Pemerintah harus melakukan modernisasi pelabuhan dan regulasi," katanya.

BACA JUGA: Politikus PKS Ini Soroti TKA Jadi Buruh Kasar di Batam

Senada dengan Daniel, Sekretaris II Indonesian National Shipowners Association (Insa) Batam, Osman Hasyim mengungkapkan saat ini pelabuhan di Batam sangat sepi dari aktivitas.

Bahkan hanya untuk proses labuh tambat saja, pelabuhan Batuampar kalah populer dari Singapura.

“Banyak kapal yang memindahkan aktivitasnya ke Johor atau ke Karimun. Karena regulasi yang tidak pasti dan tingkat kenyamanan yang berbeda,” ungkapnya.

Ia kemudian memperlihatkan website yang menunjukkan aktivitas kapal di dunia yakni di www.marinetraffic.com dan www.vesselfinder.com.

Di sepanjang pantai Singapura, banyak kapal yang melakukan aktivitas, seperti melakukan labuh tambat, bongkar muat, dan lainnya. Sedangkan di pelabuhan Batuampar Batam tidak terlihat aktivitas sama sekali.

Pemegang regulasi dalam hal ini BP Batam diminta untuk berperan aktif. Lautan di Batam sangat luas dan mampu menampung lebih dari 1.000 kapal dengan syarat modernisasi pelabuhan dan regulasi yang memberikan kepastian dan insentif.

Ia memberikan contoh ongkos labuh tambat untuk kapal adalah 0,11 dolar AS per Gross Register Ton (GRT) kapal. Jika ada 200 kapal yang berlabuh memiliki total berat 100.000 GRT di Batam, maka pendapatan yang bisa diperoleh mencapai Rp 79,8 miliar per bulannya.

“Namun itu yang tak bisa dicapai saat ini,” ungkapnya.

Saat ini, jumlah kapal yang berlabuh di Batam tidak lebih dari 30 unit. Osman mengatakan pemerintah harus segera berbenah jika ingin mengembalikan kejayaan Batam di dunia maritim seperti di era kepemimpinan B.J. Habibie.

Selanjutnya, ia kemudian berbicara mengenai masalah tarif pelabuhan.

Sebelumnya, BP Batam telah menetapkan tarif pelabuhan setelah melakukan diskusi dengan sejumlah pihak.

Dan hal itu ditentang oleh sejumlah asosiasi pengusaha pelayaran di Batam.

Mereka telah melayangkan surat ke pimpinan Dewan Kawasan (DK) Batam Darmin Nasution terkait hal ini.

”Kami hanya ingin agar tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai hal ini bahwa kami belum pernah diundang untuk berdiskusi oleh BP Batam hingga saat ini,” jelasnya.

Menurutnya, industri pelayaran dan maritim di Batam sedang runtuh ditambah lagi perekonomian global yang semakin tidak menentu.

”Makanya kami meminta agar DK menggesa pertemuan kembali untuk membahas mengenai tarif pelabuhan dan hambatan yang selama ini mengganggu dunia pelayaran Batam,” tutupnya. (leo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolda: Batam Rawan Konflik Lahan


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Batam   Pengusaha  

Terpopuler