jpnn.com - Faturahman saat kali pertama menginjakan kaki di Nunukan 2000 silam. Kini mantan pekerja di pabrik itu memiliki prabrik tahu-tempe sendiri. Bahkan, omzet bisnisnya mencapai Rp 20 juta per bulan.
SABRI, Sebatik
BACA JUGA: Duka Keluarga Korban Pembunuhan yang Belum Terungkap
-------------------------------
Agak sulit menemukan lokasi pabrik pembuatan tahu dan tempe milik Faturahman ini. Jika tak jeli, apalagi tak mau bertanya, pabrik yang terletak di Gang Lumba-lumba Kelurahan Nunukan Timur ini tidak menggambarkan sebuah pabrik.
BACA JUGA: Spanduk Bergoyang-goyang, Sejoli Sedang Bercinta
Sebab, pabrik pembuatan makanan berbahan dasar kacang kedelai ini berada perisis di belakang bangunan rumah berwarna hijau dengan dihalangi pagar terali hitam begitu sepi.
“Kalau mau masuk nak, lewat samping ya,” pesan ibu pemilik toko sembako tempat saya menanyakan pabrik tahu milik Faturahman ini.
BACA JUGA: Kisah Pasutri Pemulung 20 Tahun Menabung, Akhirnya Berangkat Haji
Sambil berjalan, saya berpikir apakah saya tidak salah tempat. Pabrik tahu tempe ini dilihat dari luar seperti bukan pabrik, hanya seperti rumah biasa. Ternyata maksud ibu pemilik toko tadi itu pabriknya terletak di belakang sehingga mengarahkan saya melewati jalan di samping rumah ini.
Sekitar beberapa meter dari pintu pagar, seorang wanita langsung menemui saya karena merasa melihat kedatangan orang asing. “Ya, ada yang bisa saya bantu mas,” sahut wanita berjilbab.
Setelah mengetahui maksud kedatangan Radar Tarakan (JPNN Group), wanita itu lalu memanggilkan seorang laki-laki yang kelihatan sedang sibuk melakukan aktivitas mengangkat ember yang berisi tahu.
Ternyata, pria yang dipanggil tersebut adalah Faturahman, pemilik pabrik sekaligus suaminya.
Setelah memperkenalkan diri, pria Jombang Jawa Timur ini akhirnya mau berbagi pengalamannya sehingga mampu membangun pabrik beromzet puluhan juta rupiah ini. Sebelum berhasil seperti sekarang ini, pria yang memulai membuat tahu tempe sendiri ini di tahun 2000 bersama istrinya.
Awalnya hanya jadi anak buah salah satu perusahaan tempe-tahu di Nunukan, dulu hanya bekerja di pabrik tahu tempe milik Samsul, pengusaha tempe-tahu yang ada di jalan Rimba Nunukan Tengah dan yang pertama kali di Nunukan. Mulai tahun 1992 hanya ikut dengan Samsul sampai tahun 1996.
“Masa juga ikut terus, kapan bisa berhasil kalau ikut dengan orang terus,” ujar Faturahman.
Pengalaman membuat tempe-tahu dari Jombang, Jawa Timur, lalu Faturahman merantau ke Nunukan dan ikut berkerja dengan Samsul. Selama bekerja dengan Samsul, Faturahman mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.
Tahun 1999 menikah dengan Fadillah sekaligus membeli tanah dan membangun rumah untuk dijadikan usaha tempe-tahu. “Saya nikah dikampung, lalu kembali ke Nunukan beli tanah, rumah dibangun sedikit-sedikit karena tanah yang saya beli ini dicicil,” ungkap pengusaha tempe-tahu.
Tidak ingin dikatakan tidak berhasil diperantaun, Faturahman nekad membangun usaha tempe-tahu. Mulanya untuk membeli kedelai Faturahman melakukan pinjaman di Bank. Tempat meminjam uang sekaligus di dua Bank, BRI dan BPD dengan jumlah pinjaman masing-masing satu bank Rp 50 juta.
Jaminan pinjaman di Bank Faturahman gunakan surat tanah dan Sertifikat teman salah satu guru PNS yang tinggal depan rumah Faturahman.
Akhirnya, ia mencoba kembangkan dengan membuat pabrik tempe-tahu dibelakang rumahnya.
Uang hasil pinjaman itu dibuatnya untuk membeli alat pabrik. Awalnya dia membeli kedelai hanya di Nunukan saja.
Setelah pesanan semakin meningkat, Faturahman akhirnya memutuskan memberanikan diri untuk memesan langsung dari Surabaya. Pesan dari Surabaya sudah berjalan sekitar 6 tahun menggunakan kapal Pelni yang memuat barang. “Cukup telpon ke serubaya sampaikan pesanan berapa, setealah itu ditransferkan uang, terima beres di Nunukan,” jelas Bapak dari 3 anak ini.
Pembuatan tempe-tahu satu hari sekitar 4 sampai 5 karung, satu karung beratnya sekitar 50 kg. Faturahman menjual tempenya dengan harga Rp 5 ribu empat bungkus, sedangkan empat potong tahu dibanderolnya Rp 1.000.
Pendapatan dalam satu bulan bisa mencapai Rp 20 juta, di luar dari gaji pekerja dan pembelian alat ketika ada kerusakan.
Sekarang ini, untuk membantu dalam proses pembuatan tempe-tahu ia dibantu 4 karyawan. Untuk gaji karyawan dia mengeluarkan Rp 1.500.000 juta per orang.
Agar pembeli tidak pindah tempat, ia memperbaiki produksi tempe-tahunya, misalnya menjaga kebersihan dalam proses pembuatan, menjaga kepercayaan konsumen yang telah diajak kerjasama.
Untuk kedepannya ia berharap untuk pabrik tempenya bisa lebih bagus lagi dan konsumen saat ini tidak pindah ketempat lain, ai mengakui bukan hanya dirinya seorang pengusaha tempe di Nunukan tapi sudah banyak. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berkunjung ke Ladies Market di Hongkong, PKL pun Tertata, Beberapa Kali Diumpat
Redaktur : Tim Redaksi