Pengusaha Tuding Sistem Host to Host Perlambat Operasional

Sabtu, 17 September 2016 – 03:03 WIB
Suasana salah satu pelabuhan di kota Batam, Kepri. Foto: dok. JPNN

jpnn.com - BATAM - Demo menolak sistem host to host di Kantor Pelabuhan Laut diikuti puluhan karyawan dari sejumlah agen kapal yang tergabung dalam Indonesia National Shipowners Association (INSA) Batam. 

"Ini hanya memperlambat operasional. Sistemnya lambat dan menghabiskan waktu," ujar Ketua INSA Batam, Zulkifli Ali, di Kantor Pelabuhan (Kanpel) Batam di Batuampar seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group) hari ini (17/9).

BACA JUGA: Remaja Tunarungu Sedang Naik Motor, Tiba-tiba.. Jleeeebbbbb

Menurut Ali, selain lamban, agen pelayaran juga keberatan dengan kebijakan pembayaran deposit dalam sistem ini. Dimana agen diwajibkan membayar deposit sebesar 125 persen dari estimasi biaya jasa kepelabuhanan, khususnya biaya bongkar muat di pelabuhan Batuampar.

"Sebelum kapal datang kita sudah mengeluarkan uang yang besar. Ini tidak masuk akal," tegasnya.

BACA JUGA: 4 Tipu Muslihat Polisi Palsu Memperdaya Pujaan Hati

Selain itu, dalam sistem yang dikeluarkan pada 1 September ini juga membatasi jumlah kapal yang bisa dilayani agen setiap harinya. Yakni hanya lima kapal.

"Sistem sebelumnya sudah pas, kenapa diganti. Kalau saldo tidak cukup kapal tidak bisa berangkat," terangnya.

BACA JUGA: Begitulah Cinta, Deritanya Tiada Akhir, Ini Buktinya

Hal senada disampaikan Ketua Agen Pelabuhan Rakyat (Pelra) Batam, Wandi. Menurutnya sistem online itu tak akan berjalan maksimal bagi pelayaran kapal kecil. "Sistemnya belum online dan Satker di pelabuhan hanya main game," keluhnya.

Ia mengungkapkan jika sistem ini diberlakukan karena takut terjadi kebocoran dari pelabuhan, maka BP Batam telah salah sangka. "Kami gak mungkin lari, itu kan rekening perusahaan," jelasnya.

Jika masalah terjadi karena kebocoran tersebut, pengusaha bukanlah pihak yang seharusnya dilibatkan. "Itu oknum yang bermain, bersihkan dulu pelayanan dan orangnya," ujarnya.

Wandi kemudian mengungkapkan seperti apa bentuk permainan yang dilakukan oleh oknum di pelabuhan. Menurut dia, kebocoran itu terjadi karena waktu labuh kapal selama tiga minggu dibuat di laporan BP Batam hanya sehari. 

"Itu permainan oknum, bukan para pengusaha atau mitra BP Batam," jelasnya.

Selama ini, hitung-hitungan labuh tambat yang ada di pelabuhan sudah cukup menguras kantong para pengusaha dari Pelra ini. "Hitungan dari kapal itu adalah etmal. 1 etmal itu setara 10 hari dan bayar Rp 50 ribu. Rumusnya adalah etmal kali GT kali hari. Belum lagi biaya sandar," ujarnya.

Tarif Rp 50 ribu itu sama seperti tarif untuk kapal-kapal besar. Padahal sebelumnya tarif labuh tambat mereka hanya Rp 15 ribu. "Kami juga minta agar tarif tersebut jangan disamakan," jelasnya.

Kakanpel Batam, Bambang Gunawan enggan berkomentar terkait tuntutan para agen kapal tersebut. "Nanti saja. Saya mau pergi," ujarnya sambil keluar dari kantornya.

Badan Pengusahaan (BP) Batam memang baru meluncurkan sistem pembayaran jasa kepelabuhanan berbasis online yang dinamai host to host.

Sayangnya, sistem ini ditentang pengusaha. Kamis (15/9), puluhan agen kapal menggelar aksi mogok kerja sebagai bentuk penolakan atas sistem online yang dikeluarkan BP Batam pada 1 September lalu.

Padahal sistem host to host bertujuan untuk meminimalisir adanya kebocoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pelabuhan. Selain itu, sistem online ini juga untuk mengindari praktik pungutan liar (pungli).(leo/opi/ray/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... TOP! Polisi Dapat Tangkapan Besar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler