jpnn.com, JAKARTA - Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Letjen Doni Monardo menilai penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan beberapa daerah lainnya masih belum optimal. Pasalnya, pada masa PSBB masih ada penambahan kasus COVID-19.
Doni menyampaikan penilaiannya saat berbicara pada rapat virtual dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (20/4). "Ada yang positif, masih ada yang belum optimal," katanya.
BACA JUGA: Di Depan DPR, Doni Monardo Paparkan Narasi Satu Komando Hadapi Corona
Mantan Danjen Kopassus itu menjelaskan, masih adanya perkantoran dan pabrik yang beroperasi membuat PSBB belum optimal. Aktifnya perkantoran dan pabrik membuat moda transportasi masih padat.
"Yang masih belum optimal ini adalah terkait kegiatan perkantoran dan juga kegiatan pekerjaan di pabrik, sehingga sejumlah moda transportasi masih tetap dipenuhi oleh warga masyarakat," terang Doni.
BACA JUGA: Catatan Komisi IX DPR untuk Menkes Terawan dan Doni Monardo
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu menambahkan, beberapa kepala daerah telah meminta operasional moda transportasi umum dihentikan selama penerapan PSBB. Namun, katanya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum bisa mengabulkan permintaan itu.
Doni menambahkan, Kemenhub memperhatikan nasib para pekerja yang harus beraktivitas selama penerapan PSBB. Misalnya, pekerja sektor kesehatan dan pelayanan umum yang tetap beraktivitas selama PSBB.
BACA JUGA: Satu Pekan PSBB Jakarta, Ada 18 ribu Orang yang Tak Peduli
"Kalau mereka tidak berangkat kerja, konsekuensinya mereka dianggap bolos dan dapat berisiko dipotong honor dan dikurangi gajinya. Bahkan, bisa juga kena PHK (pemutusan kubungan kerja, red), karena tidak mengantor," ucap Doni.
Doni pun meminta segenap pihak khususnya pemilik perusahaan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah terkait PSBB. Apabila masih terdapat perkantoran dan pabrik yang tak sejalan dengan ketentuan, pemerintah bisa menggunakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang memuat soal hukuman pidana.
"Dengan demikian, apabila masih terdapat sejumlah perkantoran dan pabrik yang tdak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh protokol kesehatan maka beberapa langkah akan dilakukan mulai dari peringatan, teguran, bahkan sanksi sebagaimana Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 manakala terjadi hal yang membahayakan kesehatan masyarakat akan bisa dikenai denda dan sanksi pidana," tutup Doni.(mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan