jpnn.com, JAKARTA - Petinggi Polri membantah pengakuan mantan Kapolsek Pasirwangi, Garut, AKP Sulman Aziz yang merasa dilengserkan dari jabatannya karena tak mau mendukung capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin.
Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko membantah keterangan yang disampaikan Sulman Aziz. ”Tidak benar,” ujarnya saat dikonfirmasi Jawa Pos. Dia menegaskan bahwa Undang-Undang 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tegas memerintah setiap personel Polri untuk netral.
BACA JUGA: Soal Nyanyian Kapolsek Pasirwangi, Begitu Respons Kubu Prabowo
Trunoyudo juga menyampaikan bahwa mutasi Sulman merupakan hal biasa. ”Mutasi hal biasa dalam organisasi dan sebagai penyegaran juga di tubuh Polri,” terang dia.
Apalagi, sambung dia, Sulman sudah menduduki jabatan tersebut kurang lebih dua tahun. ”Semua jabatan ada batasannya, tidak mungkin selamanya,” tambahnya.
BACA JUGA: Polri Tak Dipercaya Publik, Elektabilitas Jokowi Sulit Naik
Bantahan tegas juga disampaikan Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna. Dia menyebut bahwa selama ini dirinya selalu bekerja sesuai aturan.
BACA JUGA: Soal Nyanyian Kapolsek Pasirwangi, Begitu Respons Kubu Prabowo
BACA JUGA: Ribuan Penembak Jitu Diterjunkan ke Daerah Rawan Konflik Pemilu
”Kalau mengarahkan, saya tidak pernah mengarahkan. Adapun kaitannya dengan Kapolsek kumpul di polres, itu kan tanggung jawab polres untuk operasional, setiap bulan dilaksanakan. Itu pun hanya mapping kerawanan,” ujarnya kepada Radar Garut (Jawa Pos Group).
Kapolres mengatakan bahwa dirinya selalu menekankan tentang kamtibmas kepada semua polsek. ”Rekan-rekan tahu sendiri bagaimana kiprah Polres Garut setahun belakangan, termasuk pilkada bisa berjalan lancar. Itu karena sinergisitas kita semua, mulai Polri, TNI, dan masyarakat. Alhamdulillah, selama ini bisa sinergi dan sampai detik ini Garut kondusif dan aman,” paparnya.
Budi mengungkapkan, di Kabupaten Garut ada 33 polsek dan 42 kecamatan. Dengan kondisi tersebut, Garut memiliki potensi kerawanan yang cukup tinggi selama Pemilu 2019. Karena itu, jajarannya intens melakukan pendekatan ke masyarakat untuk ikut menjaga keamanan.
Dia mengakui, belakangan ini aktivitasnya bertemu masyarakat meningkat. Sebab, Budi selalu melaksanakan kegiatan sambang desa, bakti sosial, termasuk kegiatan keagamaan.
Selama bertemu warga, Budi mengklaim hanya mengajak menciptakan suasana aman dan damai selama Pemilu 2019. Hal tersebut harus dilakukan karena Garut memiliki sejarah yang bagus dalam pilkada sehingga harus dipertahankan.
”Kami juga mapping konflik,” katanya. Mapping alias pemetaan itu dilakukan karena ada beberapa kejadian di Garut yang cukup menghebohkan.
”Jadi, kami selalu koordinasi dengan polsek, mengantisipasi terkait pemetaan TPS. Mungkin tak semua TPS ter-cover Polri, jadi sistemnya per zona,” jelasnya.
Kapolres juga membantah bahwa pencopotan AKP Sulman Aziz bernuansa politis. Dia menuturkan, pergeseran jabatan adalah hal lumrah di kepolisian. Apalagi, Sulman hampir dua tahun menjadi Kapolsek.
”Wewenang mutasi Kapolsek itu dari polda, bukan polres. Lagi pula, mutasi ke polda kan ada jabatan, jadi Kanit di direktorat lalu lintas. Jadi, bukan gak ada jabatan,” lanjutnya.
Sebelumnya Sulman menyatakan siap ditangkap atas pernyataannya tersebut.
”Mungkin setelah pernyataan saya ini, saya akan ditangkap atau ditahan propam, tapi saya sudah siap,” ujar Sulman Aziz kemarin. Raut wajah mantan Kapolsek Pasirwangi itu terlihat sedikit tegang. Kamis lalu (28/3) Sulman resmi melepas jabatannya sebagai Kapolsek Pasirwangi.
Dia dimutasi ke Polda Jawa Barat sebagai Kanit Seksi Pelanggaran Subdit Gakkum Direktorat Lalu Lintas Polda Jabar. ”Saya merasa dizalimi, disakiti, termasuk keluarga saya, istri, dan anak saya,” ujarnya di kantor Lokataru di Jakarta Timur kemarin (31/3).
Sulman lantas menjelaskan kronologi mutasi dirinya. Dia mengklaim, hal tersebut berawal dari foto dirinya bersama sejumlah tokoh agama Pasirwangi. Waktu itu ada acara deklarasi dukungan terhadap calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Acara itu berlangsung pada 25 Februari.
Dia menyebut foto tersebut sengaja diambil sebagai bagian dari dokumentasi acara dan bahan laporan ke Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna. ”Saya hanya melaksanakan tugas sebagai Kapolsek, memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan di wilayah saya berjalan sesuai ketentuan,” ungkapnya.
Namun, foto itu ternyata berbuntut pada pemeriksaan 20 anggota Polsek Pasirwangi oleh Propam Polda Jabar beberapa hari setelah acara. Para anggota itu mengaku ditanya hubungan Sulman dan tokoh pendukung Prabowo-Sandi di Pasirwangi.
”Artinya, mereka (Propam Polda Jabar, Red) mencurigai saya ada permainan dengan ketua panitia (deklarasi Prabowo-Sandi, Red),” tuturnya.
Sulman mengatakan, kuat dugaan, mutasinya berhubungan dengan sikap tegasnya menolak perintah Kapolres Garut untuk melakukan penggalangan dukungan bagi pasangan capres-cawapres 01. Dia menyebut perintah itu secara langsung disampaikan Kapolres dalam forum rapat di Mapolres Garut pada Februari lalu, sebelum kegiatan deklarasi di Pasirwangi.
”Saya nggak tahu apakah itu perintah estafet dari atas. Tapi, saya diperintahkan beliau (Budi Satria Wiguna, Red) agar kita berpihak pada paslon nomor 01,” ungkap pria yang kemarin mengenakan kaus berkerah warna gelap itu.
”Ada ancaman juga, kalau paslon itu (01) kalah di wilayah polsek masing-masing, maka Kapolsek akan dimutasikan atau dikotakkan,” ucapnya dengan suara lantang.
Dari rentetan peristiwa itu, perwira polisi yang sudah 27 tahun mengabdi tersebut meyakini ada yang tidak beres dengan pemindahan dirinya ke Polda Jabar. Termasuk, netralitas Kapolres Garut yang beberapa kali memerintah para Kapolsek untuk menggalang dukungan bagi salah satu pasangan capres-cawapres. ”Saya tidak punya kemampuan untuk melakukan penggalangan (dukungan, Red),” ujarnya.
Setelah menyampaikan keganjilan tersebut, Sulman legawa bila kemudian berhadapan dengan Propam Polda Jabar. Namun, terlepas dari hal itu, dia berharap semua polisi di seluruh Indonesia berani menolak perintah pimpinan yang salah.
BACA JUGA: Jika Prabowo jadi Presiden, PAN Dijatah 7 Menteri, Mas AHY Belum Pasti
Misalnya, perintah menggalang dukungan untuk memenangkan salah satu paslon atau menggembosi acara salah satu paslon.
”Jangan jadikan kami sebagai alat untuk merebut kekuasaan. Kami adalah patriot bangsa, penegak hukum, yang harus bekerja sesuai dengan harapan rakyat,” tutur perwira kelahiran Bengkulu tersebut.
Di tempat yang sama, Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar menyatakan bahwa pengakuan Sulman merupakan bagian dari menjalankan profesionalitas sebagai seorang polisi. Menurut dia, pengakuan itu menjawab kegelisahan masyarakat tentang banyaknya informasi yang menyebut bahwa polisi tidak netral dalam pilpres.
”Apa yang dilakukan polisi seperti Pak Sulman ini adalah polisi yang benar, yang meminta polisi lain supaya profesional dan netral,” ungkap mantan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) tersebut. ”Kenapa saya mendukung, karena apa yang dilakukan polisi ini (Sulman, Red) benar,” imbuhnya.
Haris menyebut dirinya akan menyampaikan secara resmi kepada ombudsman terkait dengan persoalan netralitas itu. Menurut dia, ombudsman harus menindaklanjuti laporan tersebut untuk memperbaiki netralitas dan profesionalitas Polri di masa mendatang.
”Inisiatif seperti ini adalah hal yang baik, polisi sebagai institusi besar seharusnya menerima masukan ini dan siap diperiksa,” tandasnya.
Haris mengingatkan Polri untuk tidak menerapkan standar ganda dalam pilpres. Dia berharap polisi benar-benar netral dan adil.
”Saya dan Pak Sulman tidak dalam kapasitas mendukung 01 atau 02, tetapi saya mau mengingatkan lagi bahwa polisi itu milik rakyat dan punya tugas melayani publik, bukan berpihak pada kekuasaan,” tegasnya. (tyo/syn/igo/c10/oni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Habiburokhman: Pak Jokowi, Jangan Libatkan Polisi Dong
Redaktur : Tim Redaksi