Penjelasan Profesor Aidul Tentang Hubungan Hukum dan Politik, Singgung Alih Status Pegawai KPK

Kamis, 05 Agustus 2021 – 12:45 WIB
Ketua Komisi Yudisial Periode 2016-2018 Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari saat menjadi narasumber Webinar bertema “Hukum dan Politik Indonesia’ kepada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 13, digelar secara zoom, Rabu (4/8/2021) malam. Foto: Tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Yudisial Periode 2016 - 2018 Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari menyampaikan ada dua sisi hubungan antara politik dan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, dia mengajak untuk memahami hubungan antara hukum dan politik.

“Jadi, kalau kita bicara tentang hukum dan politik, biasanya kita akan berbicara tentang dua sisi dari hubungan tersebut. Pertama melahirkan apa yang disebut dengan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) dan kedua adalah dimensi politik dan hukum (Politics of Law)," papar Aidul ketika menjadi narasumber Webinar bertema “Hukum dan Politik Indonesia’ kepada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 13, digelar secara zoom, Rabu (4/8/2021) malam.

BACA JUGA: Polemik Alih Status 75 Pegawai KPK, Ombudsman Mengusulkan Hal Ini ke Presiden Jokowi

Profesor Aidul memaparkan kebijakan dalam bidang hukum terdiri dari tiga hal di antaranya pembentukan hukum yakni (legislasi) UUD, Ketetapan MPR, dan UU.

Selanjutnya, penegakan hukum (regulasi dan ajudikasi) kebijakan pemerintah, putusan pengadilan, dan ketiga pembaharuan hukum (legislasi, regulasi, ajudikasi).

BACA JUGA: Ladeni Eks Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK, Ombudsman Dinilai Lakukan Kekeliruan Besar

“Kebijakan hukum dapat dilihat dari pembentukan huk atau legislasi, atau dalam bentuk Undang-undang Dasar, Ketetapan MPR, UU. Di sana akan terlihat sebenarnya arah kebijakan hukum itu seperti apa? Dan si situlah proses politik mempengaruhi arah kebijakan," ujar Aidul.

Aidul mencontohkan arah kebijakan tersebut seperti proses perubahan status pegawai KPK menjadi ASN.

BACA JUGA: Haris Azhar: Omnibus Law untuk Investor Mana, Saya Bingung

“Misalnya yang agak menonjol misalkan dalam kasus KPK misalkan, ya. Di situ ada proses politik, ada proses legislasi pembentukan hukum lalu mengarah pada misalkan salah satunya adalah perubahan status pegawai KPK menjadi ASN. Lalu muncul juga ada beberapa dalam penyadapan lalu dibatasi. Itu bagian dari kebijakan hukum sebenarnya. Dan, itu wewenang dari legislasi," kata dia.

Kedua, jelas Aidul, hubungan hukum dan politik melahirkan bentuk penegakan hukum, seperti regulasi, serta juga dapat ditemukan pada putusan pengadilan.

Aidul menyebut pada pengadilan akan ada kebijakan hukum, dan terjadi juga dimensi politik.

“Kedua dapat kita lihat dari pembentukan hukum, regulasi, misalkan perizinan maupun ajudikasi. Ajudikasi itu penyelesaian sengketa. Dan kebijakan-kebijakan pemerintah, seperti soal investasi, soal sekarang mosalnay soal PPKM, karantina. Nah, itu adalah kebijakan hukum," katanya.

Dia menyebut hakim terutama hakim agung dipilih melalui proses politik, meskipun ada proses seleksi, namun pada akhirnya itu juga proses politik.

Selanjutnya, Aidul menjelaskan hubungan hukum dan politik dapat terjadi pada proses pembaharuan hukum.

“Ini bisa dilalui pada proses legislasi di DPR, regulasi di pemerintahan. Banyak proses legislasi di DPR. Misalnya pembaharuan hukum terakhir yang sangat menimbulkan kontroversi yaitu tentang UU Omnibus Law. Model Omnibus Law saja itu model pembaharuan, meskipun tidak baru sama sekali untuk kita, tetapi relatif baru dibandingkan kebijakan hukum sebelumnya di Indonesia," jelasnya.

Lebih lanjut, Aidul menjelaskan hubungan politik dan hukum kedua yakni dimensi politik dan hukum (Politics of Law).

Setidaknya Aidul menyebutkan tiga teori terkait hal itu diantaranya, model pendekatan kelas. Dimana dalam hal ini negara ada alat kepentingan kelas.

“Kedua pendekatan Pluralis, negara bersifat netral, hukum adalah produk konfigurasi politik. Ketiga pendekatan institusional yakni negara bersifat otonom terhadap kepentingan masyarakat, hukum adalah produk dari kepentingan negara secara otonom," pungkas Aidul.

Sebelumnya, Direktur Program AT Institute Dr. Agustian, Direktur Eksekutif AT Institute Dr. Puji Wahono berharap webinar dapat menambah pengetahuan terutama bagi teman-teman Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 13.

“Semoga ini dapat menambah pengetahuan baru, atau merefresh pengetahuan yang sudah dimiliki. Malam ini tentu sangat membanggakan bagi kita, karena Prof Aidul memberikan ilmu lnya kepada kita semua," ungkap Puji.

Seperti diketahui, Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute ini memasuki Angkatan X Seri 13.

Hadir dalam acara ini, Direktur Program AT Institute DR. Agustian B Prasetya, Direktur Eksekutif AT Institute DR. Puji Wahono, dan Kepala Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) DR. M Alfan Alfian.

Secara rutin SKPB mengundang pakar dari berbagai bidang ilmu dan praktisi untuk mengisi proses pembelajaran yang kreatif dan aktual.(fri/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler