jpnn.com - JAKARTA – Penjualan PT Bank Mutiara Tbk yang dulu bernama Bank Century terbentur aturan dalam Undang Undang (UU) Pasar Modal dan UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Saham dari pemilik lama terancam tidak bisa dikeluarkan oleh bank kustodian (penyimpan aset).
Pasal 45 UU Pasar Modal salah satunya menyebutkan bahwa kustodian (penyimpan aset) hanya dapat mengeluarkan efek atau dana yang tercatat pada rekening efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening (saham) atau pihak yang diberi wewenang yang bertindak atas namanya. Aturan ini tanpa disertai pengecualian terhadap bank gagal atau bank yang pernah mengalami gagal atau sejenisnya seperti dialami Bank Mutiara.
BACA JUGA: Toyota Tarik 6,7 Juta Kendaraan
Dengan kondisi ini maka LPS sebagai pemegang sementara Bank Mutiara harus berhadapan dengan aturan tersebut sampai ada pembeli baru. Kondisi ini menciptakan dilema saat nantinya ada investor yang tertarik mengakuisisi Bank Mutiara. Sebab berdasarkan aturan itu, jika LPS melakukan penjualan terhadap seluruh saham pada sebuah bank gagal maka kustodian tetap tidak bisa mengeluarkan efek, selama pemegang saham lama dari bank tersebut tidak memberi perintah atau persetujuan tertulis kepada LPS.
Pengamat Ekonomi dan Perbankan, A Prasetyantoko, mengatakan dibutuhkan peran negara agar penjualan Bank Mutiara bisa berjalan lancar dan tidak terbentur aturan dalam UU. ”Negara memang harus memberikan jaminan dan mendukung lembaga-lembaganya, termasuk LPS, untuk dapat melakukan fungsinya sesuai UU secara efektif tanpa gangguan politik maupun kepentingan pihak-pihak lain,” ujarnya, kemarin.
BACA JUGA: Indeks Jajal Tembus Level 5.000
Hal ini dinilai penting agar pengambilan keputusan LPS dalam penyelamatan dana nasabah dan perbankan Bank Mutiara tetap terjaga tanpa menyalahi aturan. Pras mengatakan upaya itu memang saat ini sedang ditempuh salah satunya dengan mengajukan judicial review terhadap beberapa pasal dalam UU Pasar Modal dan UU LPS ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan segera memasuki sidang kedua.
Sebagai institusi yg memiliki tugas penting berupa perlindungan nasabah dan stabilitas perbankan Indonesia, menurut Pras, sudah seharusnya LPS juga mendapatkan jaminan kejelasan dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimandatkan UU. ”Apakah LPS akan mampu melakukan tugas dan wewenangnya tanpa dukungan negara melalui Undang-undang? Kan tidak bisa,” kata dia.
BACA JUGA: Amankan Pendalaman Alur, Pelindo III Gandeng TNI AL
Dalam uji materi, LPS telah mengajukan beberapa pasal di antaranya pasal 45 UU Pasar Modal dan Pasal 6 ayat (1) huruf d, Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5), Pasal 85 ayat (2), (3) UU LPS terkait kewenangan LPS mengambilalih hak dan wewenang pemegang saham dalam penanganan bank gagal berdampak sistemik.
Sekretaris Lembaga LPS, Samsu Adi Nugroho, menegaskan bahwa pihaknya sesuai UU No. 24 tahun 2004 merupakan lembaga independen, transparan dan akuntabel yang berkewajiban untuk menjamin simpanan nasabah dan memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. LPS dalam menjalankan kewajibannya selalu tunduk kepada semua perundang-undangan.
”Itulah alasan kami mengajukan uji tafsir (judicial review). Melalui langkah ini, harapannya bisa menjadi bekal kami untuk fokus pada tugas fungsi dan wewenang yang ada, yaitu menjamin dana nasabah sampai dengan Rp 2 miliar dan turut serta menjaga stabilitas sistem perbankan di Indonesia. Sejauh ini kami sudah membayarkan dana nasabah sebesar lebih dari Rp700 miliar. Semoga ke depan bisa lebih maksimal lagi,” ujar Samsu. (mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pileg, Asing Akumulasi Beli
Redaktur : Tim Redaksi