Penjualan Merosot Tajam, Pengusaha Minta Tarif Cukai HPTL Jangan Dinaikkan

Selasa, 31 Agustus 2021 – 09:08 WIB
Pelaku industri HPTL mengaku penjualan merosot tajam selama masa pandemi dengan diberlakukannya perpanjangan PPKM. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Masih diperpanjangnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berdampak pada industri hasil produk tembakau lainnya (HPTL).

CEO Ministry of Vape Indonesia (MOVI) Dimas Jeremia mengungkapkan, sepanjang semester pertama 2021, penjualan HTP merosot hingga 50 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

BACA JUGA: Tarif Cukai Hasil Tembakau Bakal Digeber di 2022, Sri Mulyani: Kami Sudah Merumuskan

Dimas memperkirakan, penurunan juga akan berlanjut hingga sisa akhir tahun ini.

Mengingat masa sulit masih dialami pelaku industri HPTL, Dimas berharap pemerintah tidak buru-buru menerapkan kenaikan tarif cukai.

BACA JUGA: Ketua AVI Soroti Perlunya Aturan Khusus HPTL

"Mempertahankan beban cukai saat ini merupakan langkah yang bijak," ujar Dimas dalam keterangan di Jakarta, Selasa (31/8).

Saat ini, kata Dimas, HPTL dikenakan tarif cukai 57 persen dari harga jual eceran (HJE).

BACA JUGA: Pemerintah Perlu Terbitkan Regulasi Proporsional dan Spesifik Bagi Produk HPTL

Menurut Dimas, kenaikan beban cukai justru akan membuat produk-produk alternatif lebih sulit diakses.

Akibat penjualan HPTL anjlok, kontribusi cukai HPTL turun 28 persen menjadi Rp 298 miliar dibandingkan 2020.

Sekjen Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita juga berharap pemerintah tidak meningkatkan beban cukai.

Namun harapnya lagi, lebih memprioritaskan perumusan kebijakan HPTL untuk jangka panjang.

"Seperti pengenaan cukai sesuai dengan tingkat risiko," ujar Garindra.

Garindra mengatakan, Indonesia merupakan negara pionir di Asia Tenggara dalam hal kebijakan industri HPTL.

Indonesia menjadi negara pertama melegalkan produk HPTL dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 146/010/2017 mengenai tarif cukai tembakau.

"Industri HPTL butuh kebijakan yang mendukung pertumbuhan industrinya berkembang," tegasnya.

Sejak 2018, kata Garindra, mereka sudah menunjukkan potensi yang dimiliki industri ini.

"Selain kontribusi terhadap cukai, produk HPTL juga memiliki atribut harm reduction yang perlu didukung pemerintah," sebutnya.

Sejak kali pertama dilegalkan, kontribusi industri HPTL terhadap penerimaan negara via cukai terus bertumbuh signifikan.

Sejak mulai dikenakan cukai pada bulan Oktober 2018, HPTL menyumbang cukai Rp 99 miliar.

Meningkat lagi menjadi Rp 427 miliar pada 2019.

Pada 2020, HPTL menyumbang kepada kas negara dari cukai sebesar Rp689 miliar.

Tahun ini, penerimaan cukai ditaksir tidak tumbuh akibat pandemi.

Terkait tarif cukai HPTL, pemerintah saat ini memang tengah mengkaji mengubah skema tarif persentase menjadi tarif spesifik seperti diterapkan banyak negara.

Skema tarif spesifik juga dianjurkan oleh Bank Dunia sebagai best practice untuk mengoptimalkan penerimaan negara.

Kebijakan tersebut juga untuk menjaga aspek pengawasan peredaran produk ilegal. (antara/mar1/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berbeda dari Rokok, Produk HPTL Tidak Menghasilkan Abu dan Bau tak Sedap


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler