jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto mengatakan, revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati dan Walikota (Pilkada) wajib dilakukan.
"Revisi undang-undang Pilkada hukumnya wajib karena masuk komulatif terbuka," kata Yandri saat dikonfirmasi, Jumat (25/12).
BACA JUGA: Ini Alasan Pemenang Pilkada Sumbar Ogah Minta Bantuan Muhammadiyah
Menurutnya, ada banyak alasan revisi wajib dilakukan. Pertama adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang calon tunggal dan mantan napi boleh mencalonkan diri dalam Pilkada.
"Itu harus diubah pasal-pasal yang ada di UU Pilkada. Yang lain misalnya masalah sosialisasi calon," jelasnya.
BACA JUGA: DKPP Pecat 43 Penyelenggara Pilkada, tapi Empat Perkara kok Disimpan?
Dia menambahkan, sosialiasi penting diatur kembali karena di beberapa daerah nyaris tingkat partisipasi pemilih tidak sesuai dengan harapan. Pasangan calon mengeluhkan kurangnya ruang gerak maupun waktu untuk sosialisasi.
"Mereka seperti tersandera dengan peraturan yang ada. Mereka tidak bisa sosialisasi seenaknya. Masang poster dimana-mana. Jadinya gaung Pilkada cenderung menurun. Ini perlu dievaluasi," tegasnya.
BACA JUGA: Jimly : Ketentuan Selisih Suara 2 Persen Terlalu Ketat
Persyaratan calon juga harus diubah. Termasuk masalah biaya yang tidak sejalan dengan semangat efisiensi. Sebab, Pilkada Serentak biayanya membengkak.
"Karena niatnya Pilkada Serentak penghematan, ternyata biayanya jauh lebih besar dari pilkada sebelumnya. Jadi PAN setuju revisi apalagi pemerintah, Mendagri juga setuju revisi UU Pilkada," pungkasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri: Paslon Harus Legowo, Jangan Marah
Redaktur : Tim Redaksi