jpnn.com, JAKARTA - Pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi soal imbauan agar penyelesaian honorer K2 tidak diseret ke ranah politik, mendapat reaksi balik.
Pentolan honorer K2 menilai, imbauan tersebut dinilai tidak sejalan dengan realita di lapangan.
BACA JUGA: Honorer K2: PGRI Enggak Usah Genit
"Kalau masalah politik, bukankah PGRI juga berpolitik. Ada beberapa pengurusnya yang mencalonkan diri jadi anggota dewan. Ada juga oknum-oknum PGRI yang mendeklarasikan mendukung salah satu pasangan capres. Jadi jangan lempar batu sembunyi tangan," tutur Koordinator Wilayah Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono kepada JPNN, Selasa (11/10).
Politik pragmatis yang dijalankan oknum PGRI itulah menurut Eko membuat repot perjuangan para honorer. Honorer K2 menjadi korban dari semua ini.
BACA JUGA: Bicara Guru Honorer, Ketum PGRI Kaitkan UU ASN dengan SBY
Honorer butuh status PNS sesuai pengabdian, bukan malah dijadikan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Waktu, tenaga, dan dana terbuang sia-sia kalau jadi PPPK.
"Jadi PNS itu harapan meskipun pada awal kerja digaji tidak manusiawi, tidak layak, tidak sesuai Pancasila dan UU 1945," ucapnya.
BACA JUGA: Rekrutmen PPPK dari Honorer Lewat Jalur Khusus
Sebagai balas jasa, pemerintah seharusnya mengangkat honorer K2 jadi PNS. Kalau dihitung-hitung, pemerintah sudah diuntungkan triliunan rupiah karena mempekerjakan honorer K2 dengan gaji super murah.
BACA JUGA: Bicara Guru Honorer, Ketum PGRI Kaitkan UU ASN dengan SBY
"Jadi angkat K2 jadi PNS sebagai penghormatan atas jasa-jasanya. Kan sama dengan atlet maupun bidan PTT (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja)," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PB PGRI Minta Presiden Angkat 736 Ribu Guru Honorer
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad