Penundaan Pelantikan Tamsil Linrung Jadi Pimpinan MPR Melawan Hukum

Jumat, 17 Maret 2023 – 19:25 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengomentari penundaan pelantikan Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Tamsil sendiri telah ditetapkan sebagai pimpinan MPR untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggantikan Fadel Muhammad sesuai hasil keputusan Paripurna DPD RI.

BACA JUGA: Lanyalla Ingatkan MPR Laksanakan Keputusan DPD soal Tamsil Pengganti Fadel

Menurut Refly, alasan pimpinan MPR menunda pelantikan karena menunggu proses hukum yang tetap sangat tidak berdasar. Dia menyebut orang yang berpikir seperti itu tidak paham hukum.

Dia mengatakan pihak DPD RI sudah memutuskan pergantian Fadel dengan Tamsil dalam Rapat Paripurna DPD RI, dan sudah diajukan secara resmi ke pimpinan MPR.

BACA JUGA: Penundaan Pelantikan Tamsil sebagai Pengganti Fadel Tabrak Fakta Hukum

“Ngapain menunggu proses hukum yang inkrah. Kalau begitu caranya, setiap pergantian apa pun, gugat saja di pengadilan. Tidak akan pernah selesai selesai. Itu cara berpikirnya orang yang tidak paham hukum,” kritik Refly, dalam siaran pers, Jumat (17/3).

Refly menyayangkan pelantikan yang tertunda berlarut-larut ini. Padahal, menurutnya, penundaan pelantikan ini tidak berdasar.

BACA JUGA: Kado HGN 2022, PPPK Guru Dapat Kenaikan Gaji Berkala & Tamsil, Waktunya Makin Dekat 

Menurutnya, pimpinan MPR tidak berhak menilai proses politik yang terjadi di DPD. Pasalnya, dinamika di lembaga para senator itu, hanya bisa dibatalkan oleh anggota DPD dan melalui paripurna.

Dia menyebutkan apa yang dilakukan oleh pimpinan MPR dengan tidak melantik Tamsil Linrung, merupakan perbuatan melawan hukum.

"Bisa digugat secara perdata, karena sudah menimbulkan kerugian morel dan materiel yang bisa dihitung," lanjutnya.

Refly menyebutkan proses politik pemberhentian Fadel dan terpilihnya Tamsil Linrung tidak boleh dibatalkan atau ditunda hanya karena adanya gugatan kepada Ketua DPD RI.

"Itu adalah keputusan politik. Keputusan politik itu, tidak bisa di PTUN kan. Adapun Surat Keputusan (SK) pimpinan, itu akibat dari keputusan politik. Sama seperti misalnya, tidak bisa kita membatalkan hasil Pemilu dengan menggugat SK Presiden," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Tamsil Linrung membeberkan dirinya telah hadir memenuhi surat panggilan PTUN Jakarta untuk memberikan keterangan.

"Saya telah memberikan keterangan kepada PTUN. Menjelaskan secara komperhensif disertai dokumen tertulis setebal 149 halaman. Dokumen tersebut juga dalam proses dikirim kepada Ketua MPR dan para Wakil Ketua MPR, serta ditembuskan ke fraksi masing-masing,” ungkap Tamsil.

Menurut senator asal Sulawesi Selatan ini, menyebutkan dirinya masih menunggu respons dari pimpinan MPR.

Tamsil juga mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan.

Menurutnya, sikap pimpinan MPR membahayakan lembaga tinggi negara tersebut, karena menimbulkan preseden ketidakpatuhan pada sistem ketatanegaraan.

Di sisi lain, Ketua DPD LaNyalla Matalitti dalam pernyataannya meminta segera digelar rapat gabungan fraksi, kelompok DPD, dan pimpinan MPR untuk melantik Tamsil Linrung.

“Pimpinan MPR untuk menghormati dan menindaklanjuti hasil sidang paripurna DPD tersebut, karena Sidang Paripurna merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan," kata La Nyala dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (14/3).

Menurut La Nyalla, jawaban Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara jelas menyatakan keputusan yang dikeluarkan oleh Pimpinan DPD diterbitkan dalam menjalankan wewenang ketatanegaraan yang dimiliki.(ray/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler