Penurunan Tarif Batas Atas Tiket Pesawat juga Berpotensi Rugikan Konsumen

Minggu, 19 Mei 2019 – 04:21 WIB
Penumpang saat keluar dari terminal kedatangan Bandara Syamsudin Noor, Jumat (25/1). Foto: SUTRISNO/RADAR BANJARMASIN/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi khawatir masyarakat kembali jadi korban atas kebijakan penurunan tarif batas atas (TBA) harga tiket pesawat.

Meski upaya Kementerian Perhubungan untuk mendengarkan aspirasi publik agar tarif pesawat turun patut diapresiasi.

BACA JUGA: Industri Penerbangan Lesu, Penjualan Tiket Pesawat Lewat Traveloka Naik 30 Persen

”Namun, upaya menurunkan persentase TBA harus punya justifikasi yang jelas dan rasional, bukan berbasis tekanan masyarakat semata,” ucap Tulus seperti diberitakan Jawa Pos. Yang harus diperhatikan selanjutnya adalah aspek perlindungan konsumen.

Dia menjelaskan, dalam UU Penerbangan Pasal 127 ayat 2, yang dimaksud perlindungan konsumen adalah melindungi konsumen atas pemberlakuan tarif tinggi oleh badan usaha angkutan udara niaga. Selain itu juga melindungi konsumen dari tarif mahal akibat persaingan tidak sehat dan informasi tarif yang menyesatkan bagi konsumen.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Mahal, Begini Harapan Bos Armada Bus Gajah Mungkur

”Tidak ada perintah secara tersurat dan atau tersirat bahwa aspek daya beli konsumen menjadi pertimbangan dalam menentukan TBA pesawat. Pertimbangan Menhub bahwa reformulasi TBA pesawat adalah dalam rangka mempertimbangkan aspek daya beli masyarakat adalah hal yang absurd,” ungkapnya.

BACA JUGA: Harga Tiket Pesawat Mahal, Begini Harapan Bos Armada Bus Gajah Mungkur

BACA JUGA: Penyesuaian Tarif Batas Atas Pesawat Berlaku Efektif Mulai Besok

Tulus khawatir banyaknya anomali di balik kebijakan revisi TBA pesawat ini bisa berbuntut panjang. Apalagi jika nantinya merugikan kepentingan publik. Misalnya saja dengan menutup rute-rute yang dianggap yang tidak menguntungkan.

”Mungkin juga akan mengurangi jumlah penerbangan sekalipun untuk jalur-jalur gemuk,” ucap Tulus. Dia menambahkan, penurunan TBA bisa mengancam keselamatan penerbangan karena bisa jadi maskapai akan mengurangi biaya perawatan.

Sejalan dengan Tulus, pengamat penerbangan Alvin Lie juga mengkhawatirkan maskapai akan menurunkan kualitas pelayanan dan kenyamanan. Hal itu untuk menghemat biaya operasi.

”Penurunan ini tidak terlalu terasa bagi konsumen namun terlalu berat bagi airlines,” tuturnya saat dihubungi Jawa Pos.

Menurutnya, kalau ingin harga tiket bisa turun caranya menaikkan acuan cost per seat per kilometer. Hal itu terlihat bahwa TBA akan naik. Namun airlines akan mampu meraih laba saat peak season dan bisa menurunkan harga ke level bawah saat low season.

”Subsidi silang menggunakan laba yg diraih saat peak season. Harga tiket bisa fleksibel lagi seperti dulu,” tuturnya.

Dengan TBA yang diturunkan, maka bisa jadi maskapai tetap menjual tiket pada kisaran batas atas sepanjang tahun. ”Harga tiket malah jadi tidak fleksibel,” ungkapnya. Dia juga khawatir akan ada pemangkasan rute yang tidak memiliki banyak penumpang.

Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham mengungkapkan bahwa penerbangan pada rute-rute sepi memang merugikan airline. Dia mencontohkan penerbangan ke Maumere yang selama ini mendapatkan subsidi dari Garuda.

BACA JUGA: Tiket Pesawat Mahal, Penjualan Paket Perjalanan Anjlok 40 Persen

Rata-rata penerbangan ke tempat tersebut hanya mengangkut 30 sampai 40 orang saja. “Setiap penerbangan disubsidi Rp 50 juta,” kata Pikri.

Namun dia meyakinkan bahwa penurunan TBA tidak lantas menurunkan aspek keselamatan. Dia memilih untuk memangkas biaya organisasi seperti pengurangan jumlah direksi dan komisaris. Serta meningkatkan pendapatan lain. Misalnya biaya pengangkutan kargo. (lyn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiket Pesawat Mahal, Penjualan Paket Perjalanan Anjlok 40 Persen


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler