jpnn.com, TARAKAN - Pemko Tarakan berencana menutup lokalisasi Sungai Bengawan dan Karang Agas pada 28 Desember ini. Namun pengelola lokalisasi, pedagang sekitar hingga para PSK ragu, apakah bisa pemkot melakukan penutupan dengan baik.
----
BACA JUGA: Tenang, Aliran Saksi-Saksi Yehuwa Tak Membangkang Negara
KOORDINATOR sekaligus penanggung jawab Lokalisasi Sungai Bengawan Erlan Susanto menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan menganggap remeh urusan penutupan. Padahal, menurut Erlan selama ini pihaknya selalu mengikuti kemauan dan instruksi pemerintah dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan.
Yang diragukan Erlan, setelah pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) menunda pemberian dukungan dana berupa uang jaminan hidup dan transportasi lokal sebesar Rp 5,5 juta per orang. Entah karena ketidaktahuannya, ia mengaku kecewa atas hal itu. “Dinas Sosial katanya kemarin itu anggarannya sudah dialihkan. Loh ini tanggung jawab pemerintah bagaimana. Itu yang kami kecewa,” ungkapnya.
BACA JUGA: Mbak Intan Harapkan Lokalisasi di Pantura Dipertahankan
Ia menilai sangat tidak etis ketika penutupan harus melibatkan masyarakat luas dan masjid dalam mencari dana. Menurutnya seharusnya pemerintah lebih siap dalam pendanaan. Terlebih lagi, pendanaan tersebut sudah disiapkan dan tinggal menunggu pengunaannya.
“Pantas kemarin MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan ormas turun ke jalan mencari sumbangan dan dicarikan infak di masjid. Saya secara pribadi tidak setuju lah, karena ini kan pemerintahan loh yah. Saya melihat seakan-akan pemerintahan ini mati, tidak punya anggaran, padahal sebenarnya anggarannya ada dan sudah jelas. Ini kan tidak masuk akal,” nilainya.
BACA JUGA: Siapkan Penutupan Empat Lokalisasi Tahun Ini
Menurutnya proses penutupan tersebut merupakan proses yang unik ketika di dalamnya dibantu dari infak jemaah di masjid. Menurutnya lagi, seharusnya Pemerintah Kota (Pemkot) malu, seolah-olah pemerintah tidak sanggup.
“Ini kan pemerintah belum mati, bagaimana kalau terdengar ke luar, Tarakan memulangkan PSK dengan biaya penggalangan dana dicarikan ke jalan dan diambilkan dari infak dari masjid ke masjid. Infak masjid kan untuk biaya keperluan masjid. Baru kali ini ada daerah pemerintahnya jalankan program menggunakan sedekah masyarakat,” kesalnya.
Mengenai jumlah PSK di Sungai Bengawan, sekitar 106 orang. Meski demikian, baru terdata baru 101 orang saja. “Tidak banyak jumlahnya di sini, cuma 101. Sebenarnya 106, cuma 5 orang lagi yang belum sempat didata. Kalau jumlah kafenya 31. Waktu itu Dinas Sosial mendatanya melalui saya,” tuturnya.
Wakil Ketua MUI Tarakan Syamsi Sarman mengungkapkan ia tidak ingin berkomentar terlalu jauh mengenai adanya dugaan pengalihan anggaran yang dilakukan pemerintah. Meski demikian, menurutnya MUI bisa memaklumi jika alasan dialihkannya dana tersebut untuk membantu korban gempa di Palu.
Walau begitu, ia menegaskan jika hingga 2019 anggaran tersebut tidak tercapai, pihaknya tetap mengupayakan untuk mencari dana.
“Yah saya tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa. Keterlambatan Pemkot mungkin karena kesibukan pilkada, dan waktu itu wali kota juga sedang cuti. Sehingga memaklumi pemerintah terlambat. Yang kedua kami juga bisa memaklumi kalau (anggaran) alasannya juga ke Palu, yah karena kebetulan waktu itu Palu juga sangat membutuhkan,” ujarnya.
“Tapi kalau misalnya 2019 nanti Pemkot tidak bisa membantu, tapi tanpa itu pun kami bisa menggalang dana sendiri. Insyaallah,” bebernya.
Walau demikian, meskipun penutupan tidak berdampak kepada bisnis karaoke. Namun ia menegaskan pihaknya akan selalu melakukan koordinasi bersama badan terkait dalam memantau kegiatan di tempat tersebut. Hal itu dilakukan agar PSK tidak memanfaatkan status perizinan sebagai kedok untuk kembali membuka layanan prostitusi.
“Kalau kekhawatiran nanti masih berjalannya tempat karaoke lalu itu menjadi transaksi yang terselubung, kan sudah dijamin oleh kepolisian dan Satpol PP untuk mengawasi. Kalau selama ini hanya pembinaan dan keputusan pemerintah ini tidak dipatuhi, saya kira nanti ini bisa langsung masuk ke pidana,” bebernya.
Kepala Bidang Sosial pada Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Tarakan Eko P. Santoso berterus terang mendukung dengan rencana penutupan lokalisasi di Tarakan. Apalagi keberadaan lokalisasi di tengah permukiman yang terus berkembang dan semakin padat penduduk. Juga dapat memberikan dampak negatif bagi tumbuh dan kembang anak-anak, khususnya remaja. Sehingga cukup meresahkan warga setempat.
“Yang jelas penutupan lokalisasi ini kami sangat mendukung,” katanya.
Namun sangat disayangkan, terkait penutupan lokalisasi dan pemulangan PSK, Eko tak dapat berkomentar banyak. Lantas pihaknya pun masih menunggu kepastian dari Wali Kota Tarakan Ir. Sofian Raga.
“Kalau teknisnya memang dari kami. Tapi untuk saat ini lebih jelasnya mungkin melalui Pak Wali, biar satu pintu,” kata Eko yang enggan menjelaskan lebih jauh mengenai penutupan lokalisasi.
Untuk diketahui, dari hasil observasi yang pernah dilakukan Dinas Sosial dan Pemberdayaan pada Februari 2018, kebanyakan PSK yang berada di Lokalisasi Karang Agas dan Bengawan berasal dari Pulau Jawa. Sisanya dari beberapa kabupaten/kota.
Meski berasal dari luar Tarakan, namun kebanyakan sudah memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sebagai warga Tarakan. (*/zac/*/one/lim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Tanggal Berapa nih? PNS Belum Gajian
Redaktur & Reporter : Soetomo