Penyebab Utama Industri Baja Tidak Berdaya

Kamis, 25 Juli 2019 – 02:20 WIB
Ilustrasi industri baja. Foto: Radar Surabaya/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Kinerja industri baja menurun sepuluh persen selama semester pertama 2019 karena bisnis properti stagnan.

”Sebagian besar permintaan baja domestik, terutama baja lapis, berasal dari perumahan dan proyek gudang atau pabrik,” ujar Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesia Iron and Steel Industry Association alias IISIA) Henry Setiawan, Selasa (23/7).

BACA JUGA: Deritamu, Krakatau Steel

Dia berharap permintaan pada semester kedua meningkat. Apalagi, di tengah kelesuan itu, produsen baja domestik harus bersaing dengan baja impor dari Tiongkok dan Vietnam.

BACA JUGA: Genjot Kredit dan Dana Pihak Ketiga, BCA Agresif Tambah Kantor Cabang

BACA JUGA: Properti Pacu Pertumbuhan Ekonomi

Di sisi lain, Jawa Timur (Jatim) gencar meningkatkan kinerja industri manufaktur di dalam maupun luar negeri.

Tahun ini proyeksi pertumbuhan sektor tersebut berkisar tujuh atau 7,5 persen.

BACA JUGA: Pengawasan SNI Tidak Ketat, Industri Baja Lokal Makin Tergerus

Demi memperbaiki neraca perdagangan Jatim, kinerja seluruh sektor industri harus ditingkatkan sampai akhir tahun.

”Hingga April lalu, impor Jatim mencapai USD 2,19 miliar (sekitar Rp 30,6 triliun). Tapi, ekspornya hanya USD 1,57 miliar (sekitar Rp 21,9 triliun),” jelas Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya Jamhadi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan bahwa pada kuartal keempat 2018 kinerja produksi manufaktur skala besar dan sedang tumbuh sekitar 7,19 persen.

Sementara itu, industri manufaktur mikro dan kecil hanya naik kira-kira 4,11 persen.

”Yang perlu menjadi catatan, growth manufaktur khusus skala mikro dan kecil sepanjang semester kedua 2018 sempat kontraksi. Kuartal keempat turun sekitar 5,44 persen dibanding kuartal ketiga,” tutur Jamhadi.

Untuk menggenjot kinerja manufaktur skala mikro dan kecil itu, Kadin menyiapkan beberapa strategi.

Antara lain, membuat klaster industri sekaligus menentukan standar tiap sektor agar bisa lebih fokus dalam membina.

”Contohnya, dibuat klaster industri mamin, fashion, dan kerajinan. Lalu, masing-masing dibuatkan standardisasi atau SNI, spesifikasi, dan kemudian dimodali dinas koperasi serta Kadin Jatim,” kata CEO PT Tata Bumi Raya itu.

Dengan demikian, Jamhadi berharap pengusaha Jatim yang 97 persennya masuk kategori UKM tersebut bisa berkompetisi di pasar internasional.

”Kami nanti juga bisa bantu mencarikan market di mancanegara,” ucapnya.

Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim Nur Cahyudi menuturkan bahwa selama ini sasaran ekspor manufaktur adalah Amerika dan Eropa.

Dia menambahkan, mayoritas komoditas yang diekspor adalah tekstil, sepatu, mebel, dan perhiasan.

’’Agar manufaktur terus tumbuh, perlu kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung,’’ katanya.

Kebijakan yang dia maksud, misalnya, pembebasan bea masuk bagi pelaku industri yang meremajakan mesin-mesin produksinya. (car/c20/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebijakan Donald Trump Membuat Fadli Zon Iri


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler