jpnn.com, JAKARTA - Munculnya informasi menyesatkan atau hoaks dan perilaku negatif di media sosial salah satunya dipicu kurangnya literasi digital.
Dirjen Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan upaya peningkatan pemahaman masyarakat agar terhindar dari hoaks sangat penting.
BACA JUGA: Literasi Digital Jadi Jalan Kesuksesan Belajar Daring
"Karena itu, peningkatan penggunaan teknologi ini turut diimbangi dengan kapasitas literasi digital yang mumpuni agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan produktif, bijak, dan tepat guna," kata Samuel dalam keterangannya, Sabtu (23/7).
Hasil dari survei yang dilakukan oleh Kominfo dan Katadata Insight Center terkait berita bohong atau hoaks menunjukkan bahwa masih terdapat masyarakat yang menyebarkan hoaks.
BACA JUGA: Kemenkominfo dan Siber Kreasi Gelar Pelatihan Peningkatan Kemampuan Literasi Digital
Sekitar 11,9 persen responden mengakui telah menyebarkan hoaks pada 2021. Persentase tersebut naik 11,2 persen dari tahun 2020.
Kondisi itu mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) menyelenggarakan pelatihan literasi digital kelas kebal hoaks bagi masyarakat.
BACA JUGA: Literasi Digital Tingkatkan Pemahaman Beretika dalam Media Digital
Seperti pada pelaksanaan kelas literasi digital di Kendari, Sulawesi Tenggara, yang diikuti sejumlah komunitas hingga perguruan tinggi di daerah itu.
Kegiatan ini untuk mengedukasi masyarakat tentang definisi hoaks, kategorisasi serta perangkat sederhana yang dapat digunakan untuk melakukan verifikasi fakta terhadap sebuah informasi.
Juga mengembangkan kemampuan berpikir kritis masyarakat terhadap informasi yang diterima dalam rangka mewujudkan Indonesia #MakinCakapDigital.
"Masyarakat perlu mempelajari cara membedakan fakta dengan hoaks," kata Ketua Presidium MAFINDO, Septiaji Eko Nugroho.
Audit sosial merupakan metode untuk mencari tahu apakah profil atau konten yang dilihat di media sosial adalah fakta atau buatan.
"Diperlukan keahlian, kemampuan untuk memeriksa fakta secara mandiri, apakah itu editan di konten video ataupun foto,” kata Septiaji. (esy/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Mesyia Muhammad