jpnn.com, JAKARTA - Jika jujur mengakui memang tak disadari persepsi dan sikap bahkan kebijakan sebagian besar penyelenggara negara ini sudah cenderung dipengaruhi atau terjebak oleh kepentingan para pemodal. Sementara rakyat sebagai pemilik sejati sumber daya alam di negeri ini cenderung diabaikan.
“Ruang untuk rakyat terus saja kian diperkecil, diabaikan dalam pelayanan publik,” kata Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Laode Ida dalam keterangan pernya kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (6/1/2018).
BACA JUGA: Mudaratnya Investasi Asing di Sektor Pertambangan
Laode menyampaikan hal itu untuk merespons pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang adanya ironi sikap sebagian orang tentang penggunaan tanah negara. Laode berpandangan pemanfaatan tanah negara sangat menarik dan perlu mendapat perhatian serius dari para penyenggara pelayanan publik.
Laode menyetir pernyataan Anies yang sangat menyentuh hati bagi siapa pun yang memiliki rasa keadilan di negeri ini. “Kalau tanah negara dipakai untuk bangun mal semua diam, tapi tanah negara dipakai rakyat kecil kok ribut,” begitu Anies menyindir belum lama ini.
BACA JUGA: Beragam Aduan seputar Tes CPNS Masuk Ombudsman
Menurut Laode, rakyat kian sulit memperoleh penghidupan yang layak, kian terancam untuk tak memperoleh lahan untuk tempat tinggal yang layak.
“Lihat saja, di banyak tempat di Indonesia ini, baik di kota maupun di desa, terjadi berbagai peristiwa penggusuran terhadap rakyat kecil akibat dari kebijakan pejabat yang melayani hasrat para pemodal,” kata Laode yang juga mantan Wakil Ketua DPD RI ini.
BACA JUGA: Ombudsman Sebut Penerimaan CPNS Bakal Banyak Masalah
Di kota-kota besar dan kecil, menurut Laode, para pemodal itu diberi konsesi untuk memanfaatkan lahan dalam rangka membangun seperti mal, perumahan dan apartemen, termasuk di dalamnya menggusur lokasi pemukiman warga.
Sementara itu, di wilayah pedesaan dan kawasan hutan, para pejabat terkait memberi konsesi untuk memgolah dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) berupa izin tambang, perkebunan dan berbagai bentuk bisnis SDA lainnya.
“Tak mau peduli tentang riwayat lahan yang sebagian merupakan ulayat pribumi lokal. Lebih-lebih tak peduli lagi dengan nasib generasi mendatang, putra-putri pemilik sejati bangsa ini, yang berharap bisa hidup lebih baik nan sejahtera dengan bekal potensi SDA yang merupakan karunia Tuhan dalam kandungan bumi warisan leluhur,” katanya.
“Apa yang mau dikatakan di sini adalah bahwa seiring dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta itu, sudah saatnya mengajak para penyelenggara negara ini, para pejabat pelayan publik di negeri ini, untuk berkontemplasi di awal tahun 2018 ini, terkait dengan kebijakan pengelolaan SDA termasuk di dalam pemanfaatan lahan atau tanah negara,”kata Laode lagi.
Menurutnya, semua warga atau khususnya rakyat banyak di negara ini mengharapkan agar tanah dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, diarahkan pemanfaatannya untuk kepentingan banyak. Tak lagi terus saja membuat kenyang dan kaya bagi segelintir pemodal.
Dalam kaitan itu, Laode mengajak perlu mempertimbangkan beberapa pemikiran berikut ini.
Pertama, pemerintah perlu melakukan moratorium tentang pemanfaatan tanah di wilayah perkotaan, khususnya terkait dengan agresifnya para pengusaha pengembang. Jika perlu tidak lagi memberi izin pada para pengembang untuk membangun mal dan perumahan di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya.
Pada saat yang sama, kata dia, mulai harus membangun pemukiman atau tempat tinggal bagi rakyat dengan memanfaatkan lahan atau tanah negara yang ada.
“Presiden Jokowi sendiri seharusnya menengok ke belakang yang intinya sejarah kepemimpinan dan komitmen Presiden Soeharto yang meberikan lahan pemukiman baik bagi rakyat kecil maupun aparat PNS dan angggota TNI/POLRI, di mana sekarang ini terabaikan,” kata Laode.
Kedua, pemanfaatan lahan termasuk kawasan oleh para pebisnis harus juga ditinjau ulang. Arahnya harus ada kebijakan investasi untuk eksploitasi SDA yang memastikan ada keuntungan jangka panjang bagi rakyat lokal.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengaduan ke DKPP Melonjak setelah Gugatan di MK Ditolak
Redaktur & Reporter : Friederich