jpnn.com, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi berat terhadap Anggota KPU Kota Prabumulih Andry Swantana.
Dia dipecat dari kedudukannya sebagai penyelenggara pemilu karena terbukti menerima uang dari seorang calon legislatif.
BACA JUGA: Banyak juga Jumlah WNA Positif COVID-19 di Bali, Sebegini
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Andry Swantana selaku Anggota KPU Kota Prabumulih terhitung sejak dibacakannya putusan ini,” ujar Ketua Majelis Alfitra Salamm dalam sidang di Jakarta, Rabu (30/6).
Majelis DKPP menilai Andry Swantana terbukti menjanjikan 20.000 suara kepada Bambang Heriadi yang terdiri dari 10.000 suara dari Kota Prabumulih dan 10.000 lainnya dari Kabupaten Muara Enim dengan imbalan Rp 400 juta.
BACA JUGA: Annisa Pohan Positif COVID-19, AHY Isolasi Mandiri, SBY?
Teradu diketahui menerima uang sebesar Rp 15 juta dari adik pengadu.
Pengadu dan saksi diketahui merupakan calon anggota legislatif (caleg) DPR RI daerah pemilihan Sumatera Selatan.
BACA JUGA: 6 Nama ini Diprediksi Jadi King Maker di Pilpres 2024
“Berdasarkan bukti tangkapan layar percakapan WhatsApp antara teradu dengan Bambang Heriadi pada 19 April 2019 terbukti uang yang diberikan pengadu kepada Bambang Heriadi telah disampaikan kepada teradu,” ujar Anggota Majelis DKPP Didik Supriyanto.
Alat bukti surat pernyataan Bambang Heriadi tertanggal 11 Januari 2020 membuktikan adanya penerimaan uang sebesar Rp 1,35 miliar dari pengadu.
Uang tersebut kemudian diberikan kepada teradu sebesar Rp 350 juta.
Dalam sidang pemeriksaan teradu membenarkan alat bukti percakapan WhatsApp yang disampaikan pengadu.
Dia sama sekali tidak menyampaikan kontra bukti untuk menyanggah dalil serta bukti-bukti pengadu tersebut.
Bukti lainnya yaitu berupa percakapan WhatsApp berupa permintaan maaf teradu kepada pengadu karena janji 20.000 suara tidak bisa dipenuhi.
Dalam percakapan tersebut tim yang dibentuk teradu tidak bisa meraup suara meski telah didanai pengadu.
Anggota majelis Ida Budhiati menegaskan tindakan teradu tidak dapat dibenarkan menurut hukum dan etika.
Sepatutnya menurut dia setiap penyelenggara pemilu memiliki tanggung jawab moral dan hukum menjaga kemurnian suara.
Teradu melanggar prinsip mandiri, tidak netral, berdampak buruk bagi harkat dan martabat pribadinya serta merusak integritas pemilu.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang