jpnn.com, JAKARTA - Perbuatan seorang penyelenggara pemilu ini sungguh sangat tidak terpuji.
Video asusila Meixxy Rismanto sudah menyebar sejak beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Langgar Etik Berat, Penyelenggara Pemilu ini Dipecat
Dia diketahui bertelanjang saat melakukan panggilan video begituan, di mana kemudian aksinya direkam.
Atas perbuatan tersebut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap anggota KPU Kabupaten Kaur, Bengkulu ini.
BACA JUGA: Aset Terduga Teroris ini Sangat Fantastis, Begini Perinciannya
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Meixxy Rismanto selaku anggota KPU Kabupaten Kaur sejak putusan ini dibacakan," ujar Ketua Majelis Teguh Prasetyo dalam sidang secara daring di Jakarta, Rabu (3/11).
Sanksi dibacakan atas perkara dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Nomor 156-PKE-DKPP/VII/2021 oleh majelis DKPP di Ruang Sidang DKPP.
BACA JUGA: Koruptor Bisa Divonis Hukuman Mati, Ada Pasalnya, Cuma Belum Pernah ya?
Teguh mengatakan teradu terbukti melakukan tindakan yang meruntuhkan harkat dan martabat dirinya serta lembaga penyelenggara pemilu.
Dia mempertontonkan aktivitas seksual secara telanjang melalui panggilan video asusila.
Dalam sidang pemeriksaan teradu mengakui wajah dan kalung yang digunakan oleh laki-laki dalam rekaman video merupakan miliknya.
Tindakan tersebut dilakukan saat teradu melakukan tugas kedinasan.
Sementara itu, anggota DKPP Didik Supriyanto mengatakan seharusnya teradu memiliki sense of ethics dengan segera menghentikan atau menutup pesan (chat), telepon (phone) atau panggilan video yang tidak wajar berisi konten asusila.
"Alih-alih bersikap moralis, teradu justru melayani dan menikmati panggilan video asusila tersebut diikuti gerakan begituan secara telanjang yang dibuktikan dengan rekaman video berdurasi 1 menit 15 detik," katanya.
DKPP juga menilai teradu bersikap permisif dan bergeming menyikapi beredarnya rekaman asusila tersebut dengan tidak melakukan tindakan apa pun untuk menjaga martabat dirinya, keluarga dan lembaga.
Sikap tersebut, kata Didik, telah meruntuhkan muruah lembaga penyelenggara pemilu.
Alibi teradu sebagai korban pemerasan dengan modus panggilan video asusila, DKPP menilai tidak terdapat alat bukti yang menyakinkan.
Sikap dan tindakan teradu terbukti melanggar Pasal 7 ayat (1), Pasal 9, Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c, Pasal 15 huruf a dan b, dan Pasal 19 huruf d Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Anggota DKPP Pramono Ubaid Tanthowi memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) untuk perkara 156-PKE-DKPP/VII/2021.
Menurut dia, teradu juga tidak memiliki niat jahat (mens rea) dan perbuatan tersebut bukan inisiatif teradu.
Pramono menilai teradu adalah korban dari sindikat mafia kejahatan seksual melalui sarana digital sejenis panggilan video begituan.
Teradu telah dijebak oleh jaringan sindikat profesional yang biasanya mengancam akan menyebarkan video atau foto hasil rekaman jika permintaan uang tidak dipenuhi.
"Kesalahan teradu adalah tidak segera mengakhiri panggilan telepon yang berisi video adegan dewasa tersebut sehingga memungkinkan jaringan sindikat untuk merekam respons teradu dalam bentuk video atau foto," katanya.
Pramono menambahkan, video yang beredar merupakan hasil editan dari rekaman yang berdurasi lebih panjang.
Dalam video itu dinarasikan teradu seolah-olah menikmati tayangan video tersebut.
"Perlu dipertimbangkan, tidak semua orang memiliki kepekaan atau kewaspadaan yang tinggi dalam menghadapi kejahatan dunia maya seperti panggilan telepon begituan."
"Hal yang diperlukan adalah sanksi yang masih mengandung unsur pembinaan, bukan sanksi yang tidak lagi memberi kesempatan kepada teradu untuk memperbaiki diri," kata Pramono.(Antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang