jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah ada rangkap jabatan penyelidik dan penyidik di internalnya. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan seorang penyelidik di kepolisian juga merupakan seorang penyidik. Tidak ada perbedaan antara penyelidik dan penyidik di kepolisian. Namun, Basaria menuturkan, penyelidik dan penyidik dipisah lebih detail.
Dia menjelaskan di KPK itu ada direktorat penyelidikan dan direktorat penyidikan serta direktorat penuntutan.
“Jadi, kalau dikatakan rangkap, mungkin tidak rangkap,” kata Basaria saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (11/9).
BACA JUGA: Ketua KPK: Ya Oke-oke Saja
Basaria menjelaskan, di pasal 6 c UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa tugas lembaga antirasuah itu antara lain melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
“Jadi, dalam hal ini tidak rangkap. Yang tidak boleh penyelidik melakukan penuntutan,” katanya. Penyidik di KPK mendapat surat dari pimpinan komisi antikorupsi setelah melakukan beberapa pelatihan. Penyidik Polri yang bertugas di komisi antikorupsi juga diangkat pimpinan KPK.
BACA JUGA: Urusan Duit Probosutedjo Bikin Pimpinan KPK Tak Bisa Tidur
Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang menyatakan kalau memang bisa merangkap, tidak menjadi masalah. Cuma yang menjadi pertanyaan, kata dia, seorang penyelidik datang ke suatu tempat membawa surat perintah penyelidikan (sprinlidik). Lalu, membawa kepala seksi intelijen dan kasi pidana khusus Kejaksaan Negeri Pamekasan ke Polres Pamekasan untuk diperiksa.
Di dalam mobil, penyelidik meminta telepon seluler dan nomor PIN milik kasi intel. Setelah pemeriksan di Polres, mereka dibawa ke Polda Jatim. Setibanya di Polda Jatim, kasi intel minta telepon selulernya namun tidak diberikan karena masih menunggu surat perintah penyidikan dari Jakarta. Sprindik kemudian datang dan HP dikembalikan.
BACA JUGA: KPK Tunggu Janji Kapolri Soal Penyidik Kasus Novel
“Setelah dikembalikan mereka minta lagi untuk dibuat berita acara sita namun kasi intel protes,” kata dia. Setelah itu, mereka diperiksa oleh orang yang sama.
Dia menjelaskan, di UU KPK ada dua pasal berbeda soal penyelidik dan penyidik. Pasal 43 mengatur soal penyelidik. Sedangkan pasal 45 mengatur soal penyidik. “Kalau memang penyelidik dan penyidik sama, kenapa pasalnya dua? Ini soal kepastian hukum saja,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
Basaria menjelaskan, terkait OTT di Pamekasan itu memang ada penyitaan barang yakni telepon seluler. Dia menjelaskan, telepon seluler itu dikembalikan saat KPK melakukan pemeriksaan di Polda Jatim.
“Kami jelaskan, di pasal 47 UU KPK, pada intinya atas dasar dugaan kuat adanya bukti pemrulaan cukup, penyidik bisa melakukan penyitaan tanpa izin pengadilan. Jadi memang KPK menyita tidak perlu ijin ketua Pengadilan Negeri,” kata Basaria.
Dia menjelaskan, ketentuan lain tidak berlaku atas adanya UU KPK yang bersifat lex specialist.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap-Siap! KPK Bakal Cek Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
Redaktur & Reporter : Boy