jpnn.com, JAKARTA - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) menggelar seminar nasional bertajuk “Proteksi Diri dari Predator Seksual“ secara hybrid.
Ketua Umum (Ketum) DPN Peradi Otto Hasibuan mengatakan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) banyak hal yang harus disosialisasikan.
BACA JUGA: Begini Upaya Pemerintah Menghilangkan Hambatan Implementasi UU TPKS
Menurutnya, berbagai persoalan kekerasan sesksual bukan hanya terjadi pada akhir-akhir ini, tetapi juga sudah sejak zaman dahulu sehingga sangat penting dibahas, terutama pasca-lahirnya UU TPKS.
“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa memang persoalan ini sangat penting untuk kita bicarakan, termasuk ekses berlakunya UU itu,” katanya dalam siaran persnya, Sabtu (28/1).
BACA JUGA: Atlet Gulat Diduga Mengalami Kekerasan Seksual, Menteri Bintang Dorong Polisi Usut dengan UU TPKS
Dalam menangani kekerasan seksual, semua pihak harus memperhatikan korban. Menurutnya, anggapan bahwa negara tidak perlu mencampuri penyelesaian persoalan kekerasan seksual karena harus diselesaikan antarindividu adalah keliru karena UUD menyatakan melindungi hak asasi manusia.
“Hak asasi manusia harus diproteksi oleh negara dan negara harus hadir, sehingga seminar ini sangat penting sekali,” katanya.
BACA JUGA: Usut Kasus Mafia Peradilan di MA, KPK Periksa Sejumlah Saksi, Ada yang Kenal?
Rektor UKI Dhaniswara K. Raharjo menyampaikan salah satu indikator kekerasan seksual adalah adanya pemaksaan. Siapa pun, baik perempuan atau laki-laki harus berani melawan.
“Jadi, kalau merasa tidak nyaman, tentu harus berani menyatakan tidak dan melaporkan kepada pihak yang berwenang,” katanya.
Dia pun menyampaikan terima kasih kepada Peradi Otto Hasibuan dan jajarannya serta semua pihak terkait atas pelaksanaan seminar tersebut.
“Saya yakin seminar nasional ini akan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara,” ujarnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan kerja sama atau kolaborasi Peradi dan UKI ini sangat poistif dalam menyosialiasikan UU TPKS dan mencegah tindak pidana tersebut.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan pelanggaran HAM yang harus dihapuskan,” katanya.
Dia mengungkapkan sesuai hasil survei pengalaman hidup perempuan nasional tahun 2021 bahwa kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan selama hidupnya masih dialami oleh sekitar 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun.
“Bahkan prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir meningkat dari 4,7 persen pada 2016 menjadi 5,2 persen pada tahun 2021,” katanya.
Seminar itu diikuti sejumlah mahasiswa UKI serta murid SMP dan SMA atau sederajat dan pihak lainnya secara luring dan daring. Selain itu, dihadiri jajaran teras DPN Peradi dan civitas akademika UKI Jakarta.
Dalam laporannya Ketua Panitia Susi Maryati menyampaikan kegiatan terlaksana secara hybrid dengan antusias pendaftar melebihi ekspektasi.
Tercatat, sebanyak 635 orang peserta (dari target 500) hadir secara langsung di UKI Cawang dan 1312 orang peserta (dari target 1000) bergabung melalui Zoom Meeting. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesan Khusus Otto Hasibuan kepada 730 Advokat Peradi yang Baru Dilantik
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan