jpnn.com - Menjadi yang terbaik dan meraih Bintang Adhi Makayasa adalah dambaan semua taruna. Tak terkecuali kadet AAL. Sepertiga jalan karir cemerlang di bidang militer menanti. Untuk 2014 ini, kadet AAL Letda Laut (P) Egistya Pranda meraihnya.
Laporan Suryo Eko P, Surabaya
BACA JUGA: Mengenal Abdul Manan, Presiden Pertama Suku Bajo Indonesia
UPACARA Wisuda Purnawira (WPW) 2014 Perwira Tinggi TNI-AL di kampus AAL, Bumimoro, merupakan momen mendebarkan bagi Letda Laut (P) Egistya Pranda. Konsentrasi alumnus terbaik AAL angkatan ke-59 AAL 2014 itu terbagi. Antara senang menjadi yang terbaik dan persiapannya ke Lebanon. Begitu lulus, dia mendapat tugas internasional untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB di Lebanon.
Sebagai yang terbaik di tentara matra laut, dia menuju Lebanon dengan kapal. Total, sepuluh bulan kemudian dia baru sampai di negara yang terjadi perang saudara maupun dengan Israel tersebut. Pelayaran ke kawasan konflik menggunakan kapal perang mutakhir KRI Sultan Iskandar Muda (SIM). Kapal berjenis Ship Integrated Geometrical Modularity Approach (SIGMA) tersebut diberangkatkan dari Dermaga Ujung, Mako Armatim, 10 Oktober lalu. Egi menyusul kapal itu sepekan setelah WPW dilangsungkan.
BACA JUGA: Berontak dari Tradisi, Sekolah hingga Luar Negeri
’’Saya besok paginya langsung terbang ke Medan untuk menyusul KRI SIM yang sedang bersandar di Belawan,’’ ucap Egis (20/11) melalui berbagai korespondensi. Belawan merupakan pelabuhan terakhir dalam negeri sebelum kapal memasuki laut lepas Samudra Hindia. Sejenak kemudian, konsentrasinya kembali ke acara WPW.
Dalam acara WPW, hadir 29 wisudawan perwira tinggi (pati) TNI-AL. Salah seorang pati tertinggi adalah mantan KSAL Laksamana TNI (pur) Soeparno. Egis tidak bisa meninggalkan arena WPW sebelum kegiatan tuntas hingga malam.
BACA JUGA: Robert Arjuna, Dokter yang Berdedikasi di Pendidikan dengan Mendirikan Sekolah
Tradisi peralihan dan pewarisan dalam WPW dari purnawira pati ke perwira remaja (paja) mengharuskan Egis menerima simbol estafet berupa kemudi kapal dari Soeparno. Personel yang terlibat dalam setiap penerimaan simbol kemudi kapal adalah paja alumnus AAL terbaik pada tahun itu.
Bukan kebetulan paja kelahiran Surabaya, 26 Maret 1992, itu mengungguli 98 taruna lain seangkatannya. Dari aspek proses akademis, jasmani, dan mental, kepribadian Egis dinilai paling berprestasi. Anak pertama di antara dua bersaudara itu merupakan alumnus 2010 SMA Taruna Nusantara, Magelang. Ibarat buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, dia mewarisi profesi orang tua sebagai prajurit matra laut.
Ayahnya, Kolonel Laut (E) Sugianto, malang melintang di dunia administrasi personel Mabes TNI-AL. Begitu pula sang ibu, Kapten Laut (KH/W) Lisda Rusyanti, bergelut di bidang serupa. Yang membedakan, korps Egis ketika menjalani pendidikan taruna adalah korps pelaut. Peluang dia berkarir bisa melebihi ayahnya. Apalagi tidak sedikit penerima gelar bergengsi Adhi Makayasa yang menjadi tokoh nasional. Apalagi jurusan yang dipilihnya, yakni pelaut, merupakan jalan lempang untuk menjadi laksamana (setara jenderal bintang empat).
Egis menyatakan berusaha melakukan yang terbaik. Meski tidak pernah membayangkan menjadi yang terbaik, dia bercita-cita terjun di dunia militer sejak dini. Sejak kecil dia kerap melihat ayah dan ibunya yang berkarir di dunia ketentaraan. ’’Saya pun tertarik dan tertantang masuk angkatan laut,’’ katanya.
Selama pendidikan taruna, beberapa penghargaan kadet disabetnya. Di antaranya, dua medali emas kategori Tri Sakti Wiratama dan Dira Trengginas serta perak kategori Ati Tanggap. Aspek akademis selama menuntut ilmu setahun di Akmil Magelang dan tiga tahun di AAL terhitung cemerlang. IPK-nya 3,64 sehingga dia lulus dengan predikat cum laude. Selain pangkat, dia berhak menyandang gelar sarjana teknik pertahanan ST Han.
Untuk kepemimpinan, Egis dipercaya taruna AAL seangkatannya sebagai komandan resimen korps taruna. Sedangkan nilai lebih Egis berupa penguasaan bahasa asing, bahasa Inggris, Prancis, dan bahasa Jepang. Keahlian dalam berbahasa Jepang diperolehnya ketika mendapat beasiswa dari Nippon Defense Academy (NDA). Lantaran sesuatu hal terkait izin, program itu urung berlanjut dan Egis memilih berfokus di AAL.
’’Sebenarnya bahasa Jepang dan Prancis saya bersifat pasif,’’ ujarnya merendah.
Hal menonjol saat pendidikan taruna, Egis mendapat kesempatan langka. Dia bersama taruna angkatan 59 terlibat pelayaran keliling dunia Kartika Jala Krida. Meski hanya merasakan rute keliling di Amerika Serikat, dia merasa bangga. Saat itu keterbatasan kurikulum membuat pendidikan taruna tidak bisa berlama-lama di luar kelas.
Kebanggaan lain paja berhobi otomotif itu adalah lolos seleksi satuan tugas Maritime Task Force (MTF). Satgas di bawah United Nations Interim Force in Lebanon (Unifil, Pasukan Sementara PBB di Lebanon). Sebagai paja yang baru diwisuda Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam upacara Prasetya Perwira pada 26 Juni 2014 di kampus Maguwo, AAU, Jogjakarta, bukan perkara mudah masuk satgas MTF.
Tidak banyak paja setelah on job training di detasemen markas atau pos lain yang ditempatkan di kapal perang kategori kombatan. Apalagi di KRI yang mendapat penugasan internasional. Di KRI bernomor lambung 367 itu, Egis menjadi perwira Divisi Senjata Atas Air. Kemampuan di atas rata-rata praktis mendukung prestasi Egis. Dia mengakui capaian itu didapat berkat pesan-pesan yang dilontarkan SBY ketika pembekalan praspa.
Pada momen tersebut, Egis mendapat kesempatan bertanya langsung kepada presiden ke-6 RI itu. Dia menanyakan seputar kiat seorang jenderal sampai menjadi presiden. Pertanyaan yang dijawab SBY sangat normatif dengan mengikuti sepuluh butir pembekalan. Meski normatif, jawaban SBY membuat Egis terkesan. ’’Saya terkesan pembekalan SBY dan nanti ingin sukses seperti Presiden SBY di militer, memimpin pemerintahan, dan keluarga,’’ tegasnya. (*/c7/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Pertanian Vietnam Siap Serbu Pasar Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi