Kepolosan para perajin gula merah ini ternyata cukup membuat suasana pasar tetap dingin
BACA JUGA: Tokoh PDIP Sebut Ibu Sudah Linglung
"Tidak ada niat bagi saya untuk menaikan hargaMelihta kepolosan Mardiyanto, membuat Koran ini penasaran ingin mengetahui bagaimana rumitnya proses pembuatan gula merah dari awal hingga jadi
BACA JUGA: Warga Marah, Bakar Foto Megawati
Mardiyanto, ternyata telah memilih profesi menjadi perjain gula merah puluhan tahun.Setiap harinya, Mardiyanto menjadi pemajat ulung untuk mengambil nira kelapa
"Gula merah sini asli tidak menggunakan campuran gula pasir atau bahan lainnya
BACA JUGA: Bukan Jaman Batu, Stop Adat Perang
Nderes (menyadap bunga bakal kelapa atau manggar untuk dimbail niranya) saya lakukan setiap hari, setiap pagi dan sore hari," katanya kepada Radar Jogja , Minggu (17/1) kemarin.Bapak satu putra ini sudah mulai pergi ka hutan sejak pukul, 05.00 pagi, puluhan pohon kelapa miliknya sudah menanti dipanjatMeskipun usainya sudah 50 tahun, namun Mardiyanto masih terlihat cekatan dan sangat erat memeluk pohon kelapa.
Semua bumbung penampung yang berisi nira kelapa diturunkan, kemudian diganti dengan bumbung yang kosong untuk diambil sore harinyaSedikitnya 100 bumbung selalu dipikulnya melalui jalan yang cukup terjal hingga sampi ke rumahnya.
Sementara istrinya, Boni, 43, setia menanti Mardiyanto dirumahDengan mempersiapakan kayu bakar dan semua peralatan untuk proses pembuatan gula merah.
"Bagi kami, tidak ada hari tanpa memproduksi gula merah, karena gula merah merupakan tumpuan hdiup dalam mencari nafkah penghidupan," imbuhnya.
Tidak semudah itu membuat gula kelapa, Mardiyanto juga harus bersahabat dengan cuaca, salah satu yang menjadi kendala yakni musim penghujan"Jika hujan dan angin kencang datang kita harus berhenti produksi, kita hanya berpikir saat hujan tandanya kita diminta untuk istrirahat, jadi semua ada hikmahnya dan itu bukan kendala bagi kami," ujar Mardiyanto secara bijak menyikapi keadaan.
Kalau hujan sebetulnya kita masih berani manjat, lanjut Mardiyanto, namun angin yang kencang kita tidak pernah berani melawan"Bisa-bisa kita terpelanting jatuh kebawah kalau memaksa, selain angin kita juga takut dengan petirNamun kita sudah akrab dengan kondisi itu, serangan hewan berbisa seperti lebah dan kala jengking itu juga sudah menjadi makanan sehari-hari," terangnya.
Gula merah produksi Mardiyanto sebelum dijual ditampung terlebih dahulu di pengepul desa setempatGula merah Semagung sudah terjual hingga Jogjakarta , Magelang, Kebumen dan Purworejo sendiri.
Disaat harga gula pasir di pasaran saat ini terus merangkan naik, harga gula merah masih tetap setabilGula merah terjual dengan hitungan per lirang (butir)"Lengkap 10 lirang itu namanya satu kojor, harganya Rp 20.000 jadi perbutir harganya Rp 2000, hingga beberapa bulan terakhir harganya tetap sama," ucapnya.
Proses pembuatan gula merah diawali dengan pemanjatan pohon kelapa yang tingginya hingga 15 mjeterSetelah itu proses pengolahannya pun memerlukan waktu yang tidak sebentarNamun proses pembuatan gula merah di tempat Mardiyanto selalu menjadi aktifitas yang ditunggu-tunggu anak-anak di sekitar rumah Mardiyanto.
"Anak-anak ini selalu menjadi teman yang menyenangkan, mereka menunggu gula merah yang gagal memenuhi ukuran cetak, mereka senang dengan gula merah yang baru saja jadiSaat gula masih hangat dan agak lembek, bentuknya mirip gulali dan sangat manisMereka sangat suka," tandas Mardiyanto. (to/aj/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petilasan Angling Darmo Dibangun
Redaktur : Auri Jaya