Demikian antara lain kesimpulan Rapat Kerja (Raker) Panitia Ad Hoc (PAH) II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan beberapa Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disnakertrans) provinsi, di lantai 3 Gedung DPD, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/6)Rapat itu dipimpin Wakil Ketua PAH II DPD Intsiawaty Ayus, dengan membahas materi RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Transmigrasi dan Naskah Akademi.
"Mudah-mudahan, transmigrasi ke depan semakin mantap dan semakin bisa berperan aktif dalam pembangunan daerah," demikian harapan Rapotan Tambunan, Kepala Disnakertrans Sumatera Utara (Sumut)
BACA JUGA: BPK: Sistem Keuangan Negara Tak Membaik
"Sebelum penempatan, transmigran harus dipilih lebih selektifAgus Patria, Kadisnakertrans Nusa Tenggara Barat (NTB), menyambut baik naskah akademik RUU yang membatasi wewenang antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota itu
BACA JUGA: Jaringan Adelin Lis Masih Beroperasi
Tetapi menurutnya, materi RUU-nya masih menimbulkan multi-tafsirBACA JUGA: KPU Harus Hitung Ulang Suara Calon DPD Nisel
Naskah akademiknya bagus, tapi materi RUU-nya tidak bagus," katanya.Hal sama diungkapkan Adrian Lahayi, Kadisnakertrans Gorontalo, yang memberi istilah "kurang terbaca bagus""Harus dipertegas pembagian wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota," ujarnya.
Agus pun memberikan contoh, dalam hal pembagian urusan ketransmigrasian misalnya, sering menimbulkan kerancuanPengaturan tentang penyerahan pemukiman transmigrasi setelah sasaran tercapai, atau paling lambat lima tahun sejak penempatan transmigran, sering dipersepsikan seolah-olah pemerintah daerah kurang terlibat sejak perencanaan.
Sri Wuryadi, mewakili Kadisnakertrans Kalimantan Selatan (Kalsel), mengatakan bahwa penyerahan pemukiman transmigrasi dari pemerintah pusat kepada daerah seharusnya tidak terkendala, asalkan pemerintah daerah terlibat sejak perencanaan hingga pembinaan"Tapi, kadang-kadang setelah lima tahun, tersendat-sendat," kata Sri.
Biasanya, menurut Sri pula, pengakhiran status terkendala karena tanpa penyerahan sertifikat tanah dan bangunan, serta pendapatan (income) transmigran yang tidak sesuai dengan persyaratan pemerintah daerah penempatanPadahal, jika pengakhiran status terkendala, maka pembinaan (mustinya bisa) dilanjutkan pemerintah daerah.
Adrian juga menganggap kalau RUU tersebut masih sentralistikHal itu karena perencanaan hingga pembinaan transmigrasi masih berpola top-down layaknya penyelenggaraan di masa lalu, sementara aspirasi pemerintah daerah sebagai tujuan penempatan kurang terakomodasi"Peran pemerintah daerah harus diperkuat, terutama sejak perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, hingga pengawasan, termasuk (dalam) mengembangkan investasi," tuturnya.
Karena ketidakjelasan peran tersebut, menurutnya pula, pemerintah daerah dibebani keharusan mengalokasikan anggaran belanja daerah untuk pembinaan transmigranPadahal, dana untuk membina transmigrasi itu tidak cukup jika mengandalkan dana dekonsentrasi, tanpa didukung dana alokasi khusus.
Anak Agung Gede Anom Wartawan, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Bali, menekankan pula perlunya kerjasama antar-daerah, agar lokasi transmigrasi yang berhasil tidak diklaim penduduk asli sebagai tanah warisan leluhur"Hak-hak transmigran jangan sampai kabur," ujarnya(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Juga Bidik Penyandang Dana
Redaktur : Tim Redaksi