jpnn.com, MOSUL - Operasi pembebasan Mosul dari tangan ISIS yang dilancarkan pemerintah Iraq sejak 17 Oktober lalu masih menggelora hingga kini.
Ratusan ribu warga pun mengungsi. Kini para penduduk ibu kota Provinsi Nineveh itu tersebar di luar kampung halaman mereka.
BACA JUGA: Ribuan Korban Perang Tak Kebagian Pengungsian
---
Sejak ISIS menghancurkan lima jembatan yang menghubungkan dua lembah di sisi barat dan timur Sungai Tigris, Ahmad tidak bisa lagi bertemu dengan paman dan bibinya.
BACA JUGA: Tak Ada Ampun, Iraq Gempur Basis Deklarasi ISIS
Pria yang tinggal di Mosul wilayah timur itu hanya bisa bertukar kabar lewat telepon dengan dua orang tercintanya yang tinggal di sisi barat tersebut.
Tetapi, itu terjadi sebelum aksi militer di kota yang sarat bangunan bersejarah tersebut masif.
BACA JUGA: Anggota ISIS Nyamar Jadi Dokter, Tembak 38 Orang
Setelah eskalasi bentrokan di wilayah barat yang merupakan sarang ISIS meningkat, Ahmad tidak bisa lagi mendengar kabar dari paman dan bibinya.
Semuanya menjadi kian tidak pasti bagi Ahmad setelah dia mendengar eksodus besar-besaran warga pada pertengahan Februari lalu.
Pria 27 tahun itu hanya bisa pasrah. Sambil terus berdoa, dia berusaha melacak keberadaan paman dan bibi yang diyakininya masih hidup itu.
Akhirnya, peluang datang pada awal pekan ini. Ahmad yang sudah berkeliling dari kamp penampungan satu ke yang lain berhasil melacak jejak kerabatnya tersebut.
Kemarin mereka sepakat untuk bertemu. ''Tidak bisa saya ungkapkan lewat kata-kata. Perasaan yang muncul saat ada peluang untuk bertemu dengan keluarga di tengah banyak berita tidak menentu seperti sekarang, benar-benar luar biasa,'' ungkapnya.
Ahmad tidak sendiri. Ada ratusan penduduk Mosul lain yang akhirnya berkesempatan dipertemukan dengan kerabat dan keluarganya.
"Saya sudah tidak sabar lagi. Saya ingin segera bertemu dan mengajak mereka pulang ke rumah,'' kata lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tersebut.
Setelah sekitar dua jam menunggu, Ahmad bisa menemui paman dan bibinya.
Reuni itu terjadi di kamp Hamam Al Alil yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Mosul.
Seperti Ahmad, Mohamed Badr Abed juga berkunjung ke salah satu di antara total 17 kamp penampungan sementara Mosul itu untuk menjemput keluarganya.
Tepatnya, keluarga kakak perempuannya. "Tidak ada kabar dari mereka selama berbulan-bulan. Tetapi, pagi ini (kemarin) dia menelepon dan minta dijemput di sini,'' kata Abed.
Tetapi, perjalanan pulang menuju penampungan baru tidak selalu mulus.
Para pria harus menjalani pemeriksaan ruwet di seluruh pos pemeriksaan yang mereka lalui sepanjang jalan.
''Petugas hanya perlu membuktikan bahwa orang-orang yang melintasi pos pemeriksaan perbatasan itu bukan teroris. Itu dilakukan karena ISIS sangat pandai berkamuflase,'' terang petugas keamanan setempat.
Sementara warga Mosul sibuk mencari kerabat dan keluarga mereka di tengah kecamuk pertempuran, Perdana Menteri (PM) Haider Al Abadi melawat ke Amerika Serikat (AS).
Senin (20/3) dia menemui Presiden Donald Trump di Gedung Putih. Dalam pertemuan perdana dua pemimpin dunia itu, Abadi menyampaikan terima kasih kepada Trump yang telah mencoret Iraq dari daftar hitam negara-negara pencetak teroris.
Pertempuran Mosul juga menjadi salah satu topik yang dibahas Abadi dan Trump Senin lalu. (AFP/Reuters/hep/c4/any/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia